Dalam masa pendirian dan perintisan, tentu koperasi membutuhkan sosok yang rela berkorban. Bukan saja berkoban waktu dan pikiran tapi juga finansial. Itulah sebabnya hanya sedikit orang yang mau melakukannya.
Sosoknya enerjik termasuk dalam memprakarsai berdirinya sebuah koperasi. Ketika koperasi sudah berdiri, sosok inipun tampil menjadi tokoh penggeraknya. Perlahan tapi pasti, koperasi yang dipimpinnya terus berkembang. Entah sudah berapa nilai pengorbananya baik waktu, pikiran maupun finansial. Karena semuanya tak tercatat. Baginya, apapun akan dilakukan asal koperasi yang dipimpinya bisa tumbuh dan berkembang.
Tapi pada satu titik perjalanan kopersi, sosok inipun mulai gundah melihat koperasi yang telah dipimpinnya. Kegundahan itu muncul bukan karena koperasinya saat itu bermasalah. Karena saat itu koperasinya justru menunjukan prospek yang bagus. Trend dari sisi kelembagaan maupun usaha menunjukan kenaikan yang signifikan. Kegundahan itu muncul karena sosok ini merasa bahwa kopersi yang dipimpinnya bukanlah perusahaan miliknya.
Koperasi ini milik anggota. Dan itu berarti, siapa yang akan menjadi pengurus di koperasi ini juga tergantung pada pilihan anggota. Memang pada awalnya, anggota akan berebut tidak mau menjadi pengurus. Tapi begitu koperasi sudah besar dan bisa memberi reward bagi pengurusnya, anggotapun berebut menjadi pengurus. Maka mulailah sosok ini bertanya, apakah yang akan diperolehnya ketika anggota sudah tidak menghendakinya menjadi pengurus. Adakah reward yang didapat atas pengorbanannya ? Atau bahkan koperasi yang telah dirintisnya itu akan melupakannya begitu saja ?????
Manusiawi …. apa yang menjadi kegundahan sosok tersebut. Reaksipun bermacam-macam dilakukan untuk menjawab kegundahan tersebut. Ada yang kemudian patah arang ”Ngapain harus susah-susah dibesarkan, kalau nantinya tidak ikut menikmati hasilnya,”. Tapi ada pula yang justru semakin bersemangat membesarkan koperasinya dengan keyakinan kekuasan akan tetap bisa dalam genggamannya.
Mungkin inilah yang dianggap sebagai kelemahan koperasi. Sehingga tidak banyak koperasi yang bisa bertahan sampai puluhan tahun. Kalaupun bisa bertahan, kondisinya juga stagnan. Sehingga posisi pengurus dikoperasi ini tidak menarik untuk diperebutkan. Tapi bagi pengurus koperasi yang berjiwa pemimpin dan pejuang tentu tidaklah seperti itu pandangannya. Baginya menjadi pengurus atau tidak, bukanlah masalah asal koprasinya bisa terus berkembang. Seperti juga para pejuang yang tidak pernah berfikir reward bila kemerdekaan berhasil diraih.
Tapi bagaimanapun rewad jelas akan didapat bagi pemimpin yang dengan ikhlas berbuat. Dari sisi religius, jelas pahala yang didapat karena berbuat kebaikan untuk orang banyak. Sementara dari sisi sosial, ia akan mendapat pengakuan status atas kemamnpuannya. Dan hal inilah yang akan memperluas circle life dan akses terbuka lebar.
Tapi terlepas dari itu semua, yang jelas maju dan mundurnya sebuah koperasi berada ditangan pengurus sebagai pemimpin pengelolan koperasi. Semakin lemah kepemimpinannya semakin lemah pula perkembangan koperasinya. Kalau koperasi berada ditangan pengurus yang ogah repot maka sampai kapanpun koperasinya tidak akan pernah berkembang. Inilah yang disebut Okky Sanggarwati sebagai penyakit kemapanan.
Karena tidak mau repot, belajar menjadi keengganan sehingga pengetahuannya mengalami stagnasi. Dengan demikian kualitas SDM nya juga tidak mengalami peningkatan. Padahal seiring dengan perkembangan pola kehiduapan masyarakat, permasalahan yang dihadapi juga tidak semakin ringan. Hal ini diperparah lagi dengan takut berbuat karena bayang-bayang resiko. Bahkan masukan dari pihak lain untuk melakukan perubahan juga dianggap sebagai ancaman.
Ada yang mengatakan pemimpin pada dasarnya adalah orang yang mampu menggerakan sumberdaya (terutama manusia) untuk bekerja bersama mencapai tujuan. Dengan demikian kemampuan seorang pemimpin dibuktikan bagaimana dia mampu meyakinkan orang-orang yang dipimpinya untuk memahami visi dan misi organisasi. Kemudian mampu menggerakan agar yang dipimpin mau bersama-sama mengupayakan tujuan organisasi tersebut.
Tapi banyak kasus menunjukan, pengurus sebagai pemimpin pengelolan koperasi justru tidak memahami visi dan misi organisasinya. Termasuk alat yang digunakan untuk mencapai tujuan organiasasi. Kalau sudah demikian bagaimana ia bisa memahamkannya pada orang yang dipimpinnya. Selanjutnya bagaimana ia bisa menggerakan orang yang dipimpin untuk bersama sama mencapai tujuan organisasi tersebut. Hal itulah yang membedakan antara koperasi satu dengan koperasi lainnya. Ada koperasi yang usianya sudah puluhan tahun tapi kondisinya tetap begitu-begitu saja. Tapi sebaliknya ada yang usianya baru beberapa tahun tapi kondisinya melebihi primer berusia puluhan tahun. (gatot)
0 komentar:
Posting Komentar