1. Identitas
Artikel
a. Judul Jurnal : ANALISIS KOMPARASI KUALITAS INFORMASI
AKUNTANSI SEBELUM DAN SESUDAH PENGADOPSIAN PENUH IFRS DI INDONESIA
b. Penulis
: Glory Augusta
E.M. Sianipar dan Marsono
c. Jurnal : Jurnal Akuntansi
d.
Volume : 2
e.
Nomor : 3
f.
Tahun : 2013
g.
Halaman : 1-11
h. ISSN
: 2337-3806
ABSTRACT
This study aims to test whether there is any difference
between before and after the full adoption of IFRS on the financial statements
of companies listed on the Stock Exchange, with a consideration of the impact
on the quality of accounting. This study uses earnings management, relevance
and value of timely loss recognition to assess the quality of accounting
information.
This research is an empirical study with purposive
sampling techniques in data collection. Data obtained from secondary data
manufacturing company's financial statements during the years 2011 through
2012. This research analyzed using Paired-Sample T Test and Chow Test.
Results of this study indicate that there were no
difference between before and after the full
adoption of IFRS on the value relevance, timely loss
recognition, and earnings management.
Keywords: IFRS, Financial Statement, Accounting Quality,
Paired-sample T test, Chow Test.
1. Latar
Belakang
I.
PENDAHULUAN
Globalisasi menjadikan dunia seperti tanpa batas dan mempengaruhi
berbagai aspek termasuk akuntansi. Akses informasi semakin mudah dilakukan
antar negara dan berpengaruh mendasar pada pergerakan informasi. Hal ini
memungkinkan komunikasi yang intens diantara penduduk dunia (global citizens).
Kecenderungan meningkatnya globalisasi di bidang ekonomi semakin tampak dengan
adanya kesepakatan-kesepakatan antar beberapa negara dalam region tertentu
untuk bergabung dalam sebuah organisasi yang berorientasi ekonomi seperti Uni
Eropa (EU), AFTA, dan NAFTA. Multi National Company (MNC) semakin marak
dan beroperasi di berbagai negara dengan bermacam standar laporan keuangan. Hal
ini disebabkan tiap-tiap negara mempunyai standar akuntansi yang berbeda dengan
negara lain sehingga konsekuensi dari interaksi internasional ini terhadap
akuntansi adalah diperlukannya suatu standarnisasi atau aturan umum yang dapat
dipakai di seluruh dunia.
Kebutuhan akan standar akuntansi yang berlaku secara
internasional yang mendasari munculnya organisasi bernama International
Standard Committee (IASC). Serangkaian gerakan telah dilakukan sejak 1973
oleh IASC. IASC yang kemudian berubah menjadi International Accounting
Standard Board (IASB) pada tahun 2001 bertujuan untuk mengembangkan suatu standar
akuntansi yang berkualitas tinggi dan dapat diterapkan secara global. IFRS (International
Financial Reporting Standards) menjawab tantangan bagaimana pelaporan
keuangan harus dilakukan. Arus besar dunia sekarang ini sedang menuju ke dalam
satu standar pelaporan. Satu per satu negara di dunia saat ini mulai mengadopsi
IFRS. Pengadopsian IFRS di Indonesia dimulai pada tahun 2008 dimana dilakukan
adopsi seluruh IFRS terakhir ke dalam PSAK sampai tahun 2010. Pada tahun 2011
dilakukan persiapan infrastruktur pendukung utnuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi IFRS dan tahun 2012
pengadopsian penuh IFRS bagi perusahaanperusahaan yang memiliki akuntabilitas
publik (Purba, 2009).
Penerapan IFRS di Indonesia diperkirakan akan memberikan
dampak peningkatan terhadap kualitas akuntansi seperti yang kebanyakan terjadi
di negara-negara Eropa. Menurut Ketua Tim Implementasi IFRS-IAI, Dudi M.
Kurniawan (Kompas, 6 Mei 2010) bahwa dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan
mendapatkan tujuh manfaat sekaligus. Beberapa dari manfaat tersebut antara lain
meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan, meningkatkan relevansi
laporan keuangan serta meningkatkan transparansi keuangan. Namun seperti yang
dialami oleh negara berkembang lainnya dalam melakukan konvergensi IFRS,
Indonesia diperkirakan akan memperoleh dampak kurang siapnya infrastruktur
seperti DSAK (Dewan Standar Akuntansi Keuangan) sebagai financial accounting
standard setter di Indonesia, kondisi peraturan perundangundangan yang
belum tentu sinkron dengan IFRS serta kurang siapnya sumber manusia dan dunia pendidikan
di Indonesia.
Barth, et al. (2008) dan Bartov, et al.
(2005) melakukan pengujian untuk menguji efek penggunaan IFRS terhadap kualitas
akuntasi dan relevansi nilai laporan keuangan pada perusahaan yang berasal dari
berbagai negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah adopsi IFRS, kualitas
akuntansi mengalami peningkatan ditandai dengan penurunan praktik manajemen
laba dan relevansi nilai data akuntansi yang mengalami peningkatan. Penelitian
Ball, et al. (2003) menunjukkan bahwa standar berkualitas tinggi tidak
selalu menghasilkan informasi akuntansi berkualitas tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan
kualitas informasi akuntansi antara sebelum dan sesudah pengadopsian penuh IFRS
di Indonesia. Dalam penelitian ini variabel kualitas informasi akuntansi adalah
manajemen laba (earnings management), pengakuan kerugian tepat waktu (timely
loss recognition) dan metriks nilai akuntansi (value relevance metrics).
2. Variabel dan Ukuran
Variabel
Penelitian ini menganalisis tentang kualitas informasi
akuntansi sebelum dan sesudah pengadopsian penuh IFRS. Kualitas informasi
akuntansi diproksikan menjadi tiga variabel yaitu manajemen laba, relevansi
nilai dan pengakuan kerugian tepat waktu.
Ukuran
Manajemen laba diukur dengan menggunakan discretionary
accruals yang dihitung dengan cara menselisihkan total accruals (TACC) dan
nondiscretionary accruals (NDACC). Dalam menghitung DACC, digunakan Modified
Jones Model. Untuk mengukur akrual diskresioner, terlebih dahulu diukur
total akrual dengan rumus berikut :
TACit : Net
Income – Cash Flow form Operation
Total akrual kemudian dirumuskan oleh Jones yang
dimodifikasi oleh Dechow sebagai berikut:
Perhitungan untuk nondiscretionary accrual menurut model
Jones yang dimodifikasi dirumuskan sebagai berikut:
Pengukuran relevansi nilai menggunakan chow test,
pengukuran model ini untuk menguji kesamaan koefisien dari dua kelompok atau
lebih (Ghozali, 2007). Untuk menguji regresi dengan menggunakan chow test dari
laba dan nilai buku secara terpisah mengunakan model sebagai berikut:
Pit = α0 + β1LPSit+Ɛit
dan
Pit = α0 + β1NBSit+Ɛit
Keterangan:
Pit = Harga saham perusahaan i pada tahun t
LPSit = Laba per saham perusahaan i selama tahun t
NBSit = Nilai buku per saham perusahaan i pada akhir
tahun t
Ɛit = Error
Di dalam penelitian ini mengukur pengakuan kerugian tepat
waktu dengan koefisien large negative net income (LNEG). LNEG merupakan
variabel indikator yang diukur dengan laba bersih dibagi dengan total
aset. Jika perusahaan menghasilkan kurang dari 0.20 akan diberi kode 1 dan jika
tidak diberi kode 0 (Barth.,et.al, 2007).
Penelitian ini menggunakan koefisien LNEG yang berasal
dari persamaan regresi logistik sebagai berikut (Barth.,et.al, 2007):
IFRS(0,1) = α0
+ α1LNEGit + α2SIZEit + α3GROWTHit + α4EISSUEit + α5LEVit + α6DISSUEit + α7TURNit
+ α8CFit + α9AUD + α10CLOSE + Ɛit
Keterangan:
IFRS = Sama dengan
satu untuk perusahaan setelah pengadopsian penuh dan 0 untuk perusahaan sebelum
pengadopsian penuh.
LNEG = Diukur
dengan laba bersih dibagi dengan total aset. Jika perusahaan menhasilkan kurang
dari -0.20 akan diberi kode 1 dan jika tidak diberi kode 0.
SIZE = Ukuran perusahaan dihitung dengan Ln Total Aset
GROWTH = Perubahan persentase penjualan perusahaan
EISSUE = Perubahan persentase common stock perusahaan
LEV = Rasio leverage dihitung dengan Total kewajiban
dibagi dengan nilai buku ekuitas
DISSUE = Perubahan persentase total kewajiban perusahaan
TURN = Rasio turnover dihitung dengan Sales dibagi dengan
Total Aset
CF = Arus kas dari kegiatan operasional
AUD = Ukuran KAP
CLOSE =Persentase saham yang digunakan perusahaan
3. Cara
pengumpulan data
Populasi dalam sampel penelitian ini adalah perusahaan
yang terdaftar di BEI yang telah diaudit pada tahun 2011 (sebelum pengadopsian
penuh IFRS) dan 2012 (sesudah pengadopsian penuh IFRS).
Metode pengambilan sampel adalah purposive sampling,
dimana populasi yang akan dijadikan sampel penelitian adalah populasi memenuhi
kriteria sampel tertentu. Kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
1) Perusahaan dalam kelompok perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011 dan 2012. Perusahaan
manufaktur dipilih karena kelompok perusahaan ini memiliki sifat yang berbeda
dengan industri yang lain dan jumlah perusahaan manufaktur memiliki jumlah
terbesar yang go public di bursa dibandingkan perusahaan lain.
2) Perusahaan manufaktur yang telah melakukan publikasi financial
report 2012 sampai tanggal 15 April 2013.
4. Metode Analisis dan Hipotesis
Analisis
Dalam penelitian ini, Paired-Sample T Test digunakan
untuk menguji apakah terdapat perbedaan pada besarnya manajemen laba antara
periode sebelum dan sesudah pengadopsian penuh IFRS.
Hipotesis
H1: Ada perbedaan antara manajemen laba sebelum dan sesudah
dilakukannya pengadopsian penuh IFRS.
H2a: Ada perbedaan antara relevansi nilai laba sebelum dan sesudah
dilakukannya pengadopsian penuh IFRS.
H2b: Ada perbedaan antara relevansi nilai buku ekuitas sebelum dan
sesudah dilakukannya pengadopsian penuh IFRS.
H3: Ada perbedaan antara pengakuan kerugian tepat waktu sebelum dan
sesudah dilakukannya pengadopsian penuh IFRS.
5. Hasil
dan Keseimpulan
Hasil
Manajemen
Laba
Nilai t hitung sebesar 0.759 yang berarti berada diantara
2,014 dan -2,020 menandakan H0 diterima Ha ditolak. H0 diterima menandakan
tidak ada perbedaan dalam manajemen laba antara sebelum dan sesudah
pengadopsian penuh IFRS sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama (H1)
ditolak.
Relevansi
Nilai
Dari tabel F dengan df = 2 dan 96 tingkat signifikansi
0,05 didapatkan nilai F tabel =3,0912. Oleh karena F hitung < F tabel maka
dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara relevansi nilai laba sebelum
dan sesudah dilakukannya pengadopsian penuh IFRS. Relevansi nilai antara
sebelum dan sesudah pengadopsian penuh IFRS tidak ada yang lebih baik, sehingga
dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua a (H2a) ditolak.
Dari tabel F dengan df = 2 dan 96 tingkat signifikansi
0,05 didapatkan nilai F tabel = 3,0912. Oleh karena F hitung < F tabel maka
dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara relevansi nilai buku ekuitas
sebelum dan sesudah dilakukannya pengadopsian penuh IFRS. Relevansi nilai buku
ekuitas antara sebelum dan sesudah pengadopsian penuh IFRS tidak ada yang lebih
baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua b (H2b) ditolak.
Pengakuan
Kerugian Tepat Waktu
Berdasarkan hasil tabel koefisien LNEG tidak signifikan
(p=1,000). Jadi tidak ada perbedaan antara pengakuan kerugian tepat waktu
sebelum dan sesudah dilakukannya pengadopsian penuh IFRS, sehingga dapat
disimpulkan hipotesis ketiga (H3) ditolak.
Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitan Barth,
Landsman dan Lang (2007). Barth, et.al (2007) dalam penelitiannya yang terdiri
dari perusahaan-perusahaan yang ada pada 23 negara mulai tahun menguji ada
tidaknya perbedaan kualitas akuntansi perusahaan yang telah menerapkan IAS dan
non-IAS membuktikan bahwa perusahaan yang telah mengadopsi IAS memiliki
kualitas informasi akuntansi yang lebih baik dibandingkan perusahaan non-IAS.
Namun seperti yang dialami oleh negara berkembang lainnya dalam melakukan
konvergensi IFRS, Indonesia diperkirakan akan memperoleh dampak kurang siapnya
infrastruktur yang mengakibatkan belum terlihatnya peningkatan dalam informasi
laporan keuangan setelah adopsi penuh IFRS.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian analisis yang dijelaskan sebelumnya
penelitian ini menarik kesimpulan bahwa kualitas akuntansi sebelum dan sesudah
pengadopsian penuh IFRS menunjukkan tidak adanya perbedaan. Dengan adanya
pengadopsian penuh IFRS di Indonesia diharapkan terjadinya perbaikan dalam
kualitas informasi akuntansi. Hal tersebut memiliki tujuan agar laporan
keuangan dapat menyediakan informasi yang berkualitas tinggi dan dapat
digunakan secara global di era globalisasi ini.
Belum terlihatnya perbedaan terhadap kualitas akuntansi
setelah periode pengadopsian penuh IFRS seperti yang dilakukan oleh Barth, et.
al (2007) bisa disebabkan oleh faktor yang sama sperti yang dialami
negara-negara berkembang lainnya yaitu infrastruktur. Infrastruktur disini meliputi
DSAK (Dewan Standar Akuntansi Keuangan) sebagai financial accounting standard
setter di Indonesia, kondisi peraturan perundang-undangan yang belum
tentu sinkron dengan IFRS serta kurang siapnya sumber manusia dan dunia
pendidikan di Indonesia.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama,
keterbatasan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian karena minimnya
perusahaan yang telah melakukan publikasi financial report 2012 sampai pada
tanggal 15 April 2013. Kedua, Penelitian ini tidak memasukan
faktorfaktor lain yang dapat digunakan untuk menilai kualitas akuntansi. Dalam
Fanani (2009) mengatakan bahwa pengukuran kualitas pelaporan keuangan dapat
menggunakan tujuh atribut kualitas pelaporan keuangan dimana terdiri dari empat
atribut berbasis akuntansi yaitu kualitas akrual, persistensi, perataan laba
dan tiga atribut berbasis pasar yang terdiri dari relevansi nilai, ketepatwaktuan
dan konservatisme.