Minggu, 22 Juni 2014

REVIEW / BEDAH JURNAL: AKUNTANSI INTERNASIONAL


1. Identitas Artikel
a.    Judul  Jurnal  : ANALISIS KOMPARASI KUALITAS INFORMASI AKUNTANSI SEBELUM DAN SESUDAH PENGADOPSIAN PENUH IFRS DI INDONESIA
b.    Penulis             :   Glory Augusta E.M. Sianipar dan Marsono
c.    Jurnal               :   Jurnal Akuntansi
d.    Volume            :   2
e.    Nomor              :  3
f.     Tahun             :   2013
g.    Halaman          :   1-11
h.    ISSN                :   2337-3806

ABSTRACT
This study aims to test whether there is any difference between before and after the full adoption of IFRS on the financial statements of companies listed on the Stock Exchange, with a consideration of the impact on the quality of accounting. This study uses earnings management, relevance and value of timely loss recognition to assess the quality of accounting information.
This research is an empirical study with purposive sampling techniques in data collection. Data obtained from secondary data manufacturing company's financial statements during the years 2011 through 2012. This research analyzed using Paired-Sample T Test and Chow Test.
Results of this study indicate that there were no difference between before and after the full
adoption of IFRS on the value relevance, timely loss recognition, and earnings management.
Keywords: IFRS, Financial Statement, Accounting Quality, Paired-sample T test, Chow Test.

1.   Latar Belakang
I. PENDAHULUAN
Globalisasi menjadikan dunia seperti tanpa batas dan mempengaruhi berbagai aspek termasuk akuntansi. Akses informasi semakin mudah dilakukan antar negara dan berpengaruh mendasar pada pergerakan informasi. Hal ini memungkinkan komunikasi yang intens diantara penduduk dunia (global citizens). Kecenderungan meningkatnya globalisasi di bidang ekonomi semakin tampak dengan adanya kesepakatan-kesepakatan antar beberapa negara dalam region tertentu untuk bergabung dalam sebuah organisasi yang berorientasi ekonomi seperti Uni Eropa (EU), AFTA, dan NAFTA. Multi National Company (MNC) semakin marak dan beroperasi di berbagai negara dengan bermacam standar laporan keuangan. Hal ini disebabkan tiap-tiap negara mempunyai standar akuntansi yang berbeda dengan negara lain sehingga konsekuensi dari interaksi internasional ini terhadap akuntansi adalah diperlukannya suatu standarnisasi atau aturan umum yang dapat dipakai di seluruh dunia.
Kebutuhan akan standar akuntansi yang berlaku secara internasional yang mendasari munculnya organisasi bernama International Standard Committee (IASC). Serangkaian gerakan telah dilakukan sejak 1973 oleh IASC. IASC yang kemudian berubah menjadi International Accounting Standard Board (IASB) pada tahun 2001 bertujuan untuk mengembangkan suatu standar akuntansi yang berkualitas tinggi dan dapat diterapkan secara global. IFRS (International Financial Reporting Standards) menjawab tantangan bagaimana pelaporan keuangan harus dilakukan. Arus besar dunia sekarang ini sedang menuju ke dalam satu standar pelaporan. Satu per satu negara di dunia saat ini mulai mengadopsi IFRS. Pengadopsian IFRS di Indonesia dimulai pada tahun 2008 dimana dilakukan adopsi seluruh IFRS terakhir ke dalam PSAK sampai tahun 2010. Pada tahun 2011 dilakukan persiapan infrastruktur pendukung utnuk implementasi PSAK  yang sudah mengadopsi IFRS dan tahun 2012 pengadopsian penuh IFRS bagi perusahaanperusahaan yang memiliki akuntabilitas publik (Purba, 2009).
Penerapan IFRS di Indonesia diperkirakan akan memberikan dampak peningkatan terhadap kualitas akuntansi seperti yang kebanyakan terjadi di negara-negara Eropa. Menurut Ketua Tim Implementasi IFRS-IAI, Dudi M. Kurniawan (Kompas, 6 Mei 2010) bahwa dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus. Beberapa dari manfaat tersebut antara lain meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan, meningkatkan relevansi laporan keuangan serta meningkatkan transparansi keuangan. Namun seperti yang dialami oleh negara berkembang lainnya dalam melakukan konvergensi IFRS, Indonesia diperkirakan akan memperoleh dampak kurang siapnya infrastruktur seperti DSAK (Dewan Standar Akuntansi Keuangan) sebagai financial accounting standard setter di Indonesia, kondisi peraturan perundangundangan yang belum tentu sinkron dengan IFRS serta kurang siapnya sumber manusia dan dunia pendidikan di Indonesia.
Barth, et al. (2008) dan Bartov, et al. (2005) melakukan pengujian untuk menguji efek penggunaan IFRS terhadap kualitas akuntasi dan relevansi nilai laporan keuangan pada perusahaan yang berasal dari berbagai negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah adopsi IFRS, kualitas akuntansi mengalami peningkatan ditandai dengan penurunan praktik manajemen laba dan relevansi nilai data akuntansi yang mengalami peningkatan. Penelitian Ball, et al. (2003) menunjukkan bahwa standar berkualitas tinggi tidak selalu menghasilkan informasi akuntansi berkualitas tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kualitas informasi akuntansi antara sebelum dan sesudah pengadopsian penuh IFRS di Indonesia. Dalam penelitian ini variabel kualitas informasi akuntansi adalah manajemen laba (earnings management), pengakuan kerugian tepat waktu (timely loss recognition) dan metriks nilai akuntansi (value relevance metrics).

2.   Variabel dan Ukuran
Variabel 
Penelitian ini menganalisis tentang kualitas informasi akuntansi sebelum dan sesudah pengadopsian penuh IFRS. Kualitas informasi akuntansi diproksikan menjadi tiga variabel yaitu manajemen laba, relevansi nilai dan pengakuan kerugian tepat waktu.
 Ukuran
Manajemen laba diukur dengan menggunakan discretionary accruals yang dihitung dengan cara menselisihkan total accruals (TACC) dan nondiscretionary accruals (NDACC). Dalam menghitung DACC, digunakan Modified Jones Model. Untuk mengukur akrual diskresioner, terlebih dahulu diukur total akrual dengan rumus berikut :
TACit : Net Income – Cash Flow form Operation
Total akrual kemudian dirumuskan oleh Jones yang dimodifikasi oleh Dechow sebagai berikut:



Perhitungan untuk nondiscretionary accrual menurut model Jones yang dimodifikasi dirumuskan sebagai berikut:



Pengukuran relevansi nilai menggunakan chow test, pengukuran model ini untuk menguji kesamaan koefisien dari dua kelompok atau lebih (Ghozali, 2007). Untuk menguji regresi dengan menggunakan chow test dari laba dan nilai buku secara terpisah mengunakan model sebagai berikut:
Pit = α0 + β1LPSit+Ɛit
dan
Pit = α0 + β1NBSit+Ɛit
Keterangan:
Pit = Harga saham perusahaan i pada tahun t
LPSit = Laba per saham perusahaan i selama tahun t
NBSit = Nilai buku per saham perusahaan i pada akhir tahun t
Ɛit = Error
Di dalam penelitian ini mengukur pengakuan kerugian tepat waktu dengan koefisien large negative net income (LNEG). LNEG merupakan variabel indikator yang diukur dengan laba bersih dibagi dengan total aset. Jika perusahaan menghasilkan kurang dari 0.20 akan diberi kode 1 dan jika tidak diberi kode 0 (Barth.,et.al, 2007).
Penelitian ini menggunakan koefisien LNEG yang berasal dari persamaan regresi logistik sebagai berikut (Barth.,et.al, 2007):
IFRS(0,1) = α0 + α1LNEGit + α2SIZEit + α3GROWTHit + α4EISSUEit + α5LEVit + α6DISSUEit + α7TURNit + α8CFit + α9AUD + α10CLOSE + Ɛit
Keterangan:
IFRS = Sama dengan satu untuk perusahaan setelah pengadopsian penuh dan 0 untuk perusahaan sebelum pengadopsian penuh.
LNEG = Diukur dengan laba bersih dibagi dengan total aset. Jika perusahaan menhasilkan kurang dari -0.20 akan diberi kode 1 dan jika tidak diberi kode 0.
SIZE = Ukuran perusahaan dihitung dengan Ln Total Aset
GROWTH = Perubahan persentase penjualan perusahaan
EISSUE = Perubahan persentase common stock perusahaan
LEV = Rasio leverage dihitung dengan Total kewajiban dibagi dengan nilai buku ekuitas
DISSUE = Perubahan persentase total kewajiban perusahaan
TURN = Rasio turnover dihitung dengan Sales dibagi dengan Total Aset
CF = Arus kas dari kegiatan operasional
AUD = Ukuran KAP
CLOSE =Persentase saham yang digunakan perusahaan

3.   Cara pengumpulan data
Populasi dalam sampel penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di BEI yang telah diaudit pada tahun 2011 (sebelum pengadopsian penuh IFRS) dan 2012 (sesudah pengadopsian penuh IFRS).
Metode pengambilan sampel adalah purposive sampling, dimana populasi yang akan dijadikan sampel penelitian adalah populasi memenuhi kriteria sampel tertentu. Kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
1) Perusahaan dalam kelompok perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011 dan 2012. Perusahaan manufaktur dipilih karena kelompok perusahaan ini memiliki sifat yang berbeda dengan industri yang lain dan jumlah perusahaan manufaktur memiliki jumlah terbesar yang go public di bursa dibandingkan perusahaan lain.
2) Perusahaan manufaktur yang telah melakukan publikasi financial report 2012 sampai tanggal 15 April 2013.

4.   Metode Analisis dan Hipotesis
Analisis
Dalam penelitian ini, Paired-Sample T Test digunakan untuk menguji apakah terdapat perbedaan pada besarnya manajemen laba antara periode sebelum dan sesudah pengadopsian penuh IFRS.
Hipotesis
H1: Ada perbedaan antara manajemen laba sebelum dan sesudah dilakukannya pengadopsian penuh IFRS.
H2a: Ada perbedaan antara relevansi nilai laba sebelum dan sesudah dilakukannya pengadopsian penuh IFRS.
H2b: Ada perbedaan antara relevansi nilai buku ekuitas sebelum dan sesudah dilakukannya pengadopsian penuh IFRS.
H3: Ada perbedaan antara pengakuan kerugian tepat waktu sebelum dan sesudah dilakukannya pengadopsian penuh IFRS.

5.   Hasil  dan Keseimpulan
Hasil
      Manajemen Laba
Nilai t hitung sebesar 0.759 yang berarti berada diantara 2,014 dan -2,020 menandakan H0 diterima Ha ditolak. H0 diterima menandakan tidak ada perbedaan dalam manajemen laba antara sebelum dan sesudah pengadopsian penuh IFRS sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama (H1) ditolak.
     Relevansi Nilai
Dari tabel F dengan df = 2 dan 96 tingkat signifikansi 0,05 didapatkan nilai F tabel =3,0912. Oleh karena F hitung < F tabel maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara relevansi nilai laba sebelum dan sesudah dilakukannya pengadopsian penuh IFRS. Relevansi nilai antara sebelum dan sesudah pengadopsian penuh IFRS tidak ada yang lebih baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua a (H2a) ditolak.
Dari tabel F dengan df = 2 dan 96 tingkat signifikansi 0,05 didapatkan nilai F tabel = 3,0912. Oleh karena F hitung < F tabel maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara relevansi nilai buku ekuitas sebelum dan sesudah dilakukannya pengadopsian penuh IFRS. Relevansi nilai buku ekuitas antara sebelum dan sesudah pengadopsian penuh IFRS tidak ada yang lebih baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua b (H2b) ditolak.
      Pengakuan Kerugian Tepat Waktu
Berdasarkan hasil tabel koefisien LNEG tidak signifikan (p=1,000). Jadi tidak ada perbedaan antara pengakuan kerugian tepat waktu sebelum dan sesudah dilakukannya pengadopsian penuh IFRS, sehingga dapat disimpulkan hipotesis ketiga (H3) ditolak.

Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitan Barth, Landsman dan Lang (2007). Barth, et.al (2007) dalam penelitiannya yang terdiri dari perusahaan-perusahaan yang ada pada 23 negara mulai tahun menguji ada tidaknya perbedaan kualitas akuntansi perusahaan yang telah menerapkan IAS dan non-IAS membuktikan bahwa perusahaan yang telah mengadopsi IAS memiliki kualitas informasi akuntansi yang lebih baik dibandingkan perusahaan non-IAS. Namun seperti yang dialami oleh negara berkembang lainnya dalam melakukan konvergensi IFRS, Indonesia diperkirakan akan memperoleh dampak kurang siapnya infrastruktur yang mengakibatkan belum terlihatnya peningkatan dalam informasi laporan keuangan setelah adopsi penuh IFRS.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian analisis yang dijelaskan sebelumnya penelitian ini menarik kesimpulan bahwa kualitas akuntansi sebelum dan sesudah pengadopsian penuh IFRS menunjukkan tidak adanya perbedaan. Dengan adanya pengadopsian penuh IFRS di Indonesia diharapkan terjadinya perbaikan dalam kualitas informasi akuntansi. Hal tersebut memiliki tujuan agar laporan keuangan dapat menyediakan informasi yang berkualitas tinggi dan dapat digunakan secara global di era globalisasi ini.
Belum terlihatnya perbedaan terhadap kualitas akuntansi setelah periode pengadopsian penuh IFRS seperti yang dilakukan oleh Barth, et. al (2007) bisa disebabkan oleh faktor yang sama sperti yang dialami negara-negara berkembang lainnya yaitu infrastruktur. Infrastruktur disini meliputi DSAK (Dewan Standar Akuntansi Keuangan) sebagai financial accounting standard setter di Indonesia, kondisi peraturan perundang-undangan yang belum tentu sinkron dengan IFRS serta kurang siapnya sumber manusia dan dunia pendidikan di Indonesia.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, keterbatasan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian karena minimnya perusahaan yang telah melakukan publikasi financial report 2012 sampai pada tanggal 15 April 2013. Kedua, Penelitian ini tidak memasukan faktorfaktor lain yang dapat digunakan untuk menilai kualitas akuntansi. Dalam Fanani (2009) mengatakan bahwa pengukuran kualitas pelaporan keuangan dapat menggunakan tujuh atribut kualitas pelaporan keuangan dimana terdiri dari empat atribut berbasis akuntansi yaitu kualitas akrual, persistensi, perataan laba dan tiga atribut berbasis pasar yang terdiri dari relevansi nilai, ketepatwaktuan dan konservatisme.

Jumat, 16 Mei 2014

3. PRINSIP DAN UKURAN KINERJA:: AKUNTANSI INTERNASIONAL



PERBEDAAN POKOK PRINSIP AKUNTANSI INTERNASIONAL DI DUNIA

Adanya perbedaan akuntansi di seluruh dunia sudah tidak diragukan lagi cukup signifikan untuk membuat pekerjaan dari analis keuangan sangat sulit dalam periode pembuatan perbandingan internasional.
            Jika sekarang kita fokus pada beberapa pengukuran kunci dalam pemilihan beberapa negara besar seperti AS, Uni Eropa (termasuk di dalamnya Inggris, Belanda, Prancis dan Jerman), Brasil, Swiss, China dan Jepang, kita bisa melihat variasi dari prinsip akuntansu yang digunakan bisa berpengaruh berbeda terhadap pendapatan dan aset.
            Untuk beberapa negara, yang mana representatif dalam pengidentifikasian klasifikasi kultur sebelumnya telah di bahas pada bab 3 & 4, prinsip akuntansi juga berkaitan dengan pemilihan pengukuran kunci yang dipresentasikan pada basis komparatif. Dari kesimpulan ini bisa terlihat beberapa perbedaan di berbagai negara.
Dengan hormat kepada basis pengukuran yang digunakan, aplikasi konservatif dari biaya historis umumnya di jadikan persyaratan di negara Uni Eropa, disana ada kecendrungan untuk pendekatan yang lebih fleksibel, khususnya di Inggris dan Belanda. Di dua negara tersebut, biaya histors secara berkala di modifikasi dengan revaluasi nilai pasar atau biaya pengganti, khususny pada kasus tanah dan bangunan dan peralatan.
            Akuntansi depresiasi di AS dan Uni Eropa, khususnya di Inggris didasarkan pada konsep dari nilai guna umur ekonomi, dimana di negara lain seperti Prancis, Jerman, Swiss dan Jepang, peraturan perpajakan secara umum mendorong metode yang lebih cepat.
            Pengukuran persediaan secara umum didasarkan pada prinsip “lower of cost and market” tetapi dengan beberapa variasi dalam penaksiran arti dari pasar, itu adalah, “net realizable value” atau biaya pengganti. LIFO juga kadang kali diijinkan untuk tujuan pajak (sebagai contohnya Jepang dan AS), tetapi lebih sering tidak (contohnya Uni Eropa). Kontruksi kontrak diakuntansikan secara umum menggunakan metode “percentage-of-completion”. Tetapi metode kontrak lengkap yang lebih konservatif digunakan di Swiss, Cina dan Jerman.
            Biaya bagian penelitian dan pengembangan/Research and Development (R&D) biasanya dikeluarkan lebih cepat di negara Anglo-Amerika dan Jerman. Meskipun I Brasil pendekatan yang lebih fleksibel telah diadopsi secara umum. Pendekatan yang serba memperbolehkan juga diadopsi secara umum  ke arah kapitalisasi biaya peminjaman dari aset.
            Perlakuan dari keuntungan pensiun juga diakuntasikan secara umum atas basis yang bertambah/ atau proyeks keuntungan yang akan dibayarkan kepada karyawan, kontras dengan Brasil dan Cina yang menggunakan metode sebaliknya.
            Perlakuan terhadap perpajakan adalah area utama dari perbedaan pengukuran pendapatan akuntansi menjadi dipengaruhi secara kuat oleh peraturan pajak di Prancis, Jerman, Swiss, dan Brasil.
            Perlakuan dari kombinasi bisnis di seluruh dunia bervariasi tergantung pada kurang atau lebihnya  metode “pooling-of-interest” atau kumpulan kepentingan, metode ini dijadikan persyaratan atau diijinkan tergantung pada keadaan tertentu. Tetapi metode pembelian juga dibutuhkan secara umum. Di Brasil, Cina dan Jepang metode amortisasi diperlukan dan kontras dengan AS dan Inggris, dimana mertode amortisasi tidak diperlukan tetapi dilakukan tes kelayakan.
            Berkaitan dengan goodwill, hal-hal lain seperti merk, hak publikasi, dan paten, yang secara umum dikapitaslisasi, kecuali di Swiss, tetapi subjek biasanya diamortisasi, jika tidak maka diadakan tes kelayakan.
            Akhirnya, hal-hal yang berkaitan dengan translasi mata uang asing adalah penting dalam tujuannya untuk mendapatkan pengukuran untuk memilih antara average atau closing rate. Disini, spertinya ada beberapa fleksibilitas secara umu, dengan kurs aktual ataupun kurs rata-rata.
            Meskipun adanya pertumbuhan kekhawatiran terhadap perbedaan prinsip pengukurann dan praktiknya secara internasional, kurang lebih yang diketahui tentang dampak keseluruhan dari perbedaan akuntansu atas pendapatan dan ekuitas pemegang saham. Meskipun begitu, perbedaan kepada berbagai aspek pengukuran akuntansi mungkin telah dikompensasi satu sama lain agar secara luas dampak keseluruhannya tidak terlalu signifikan. Pertanyaan pentingnya adalah apakah perbedaan akuntasnsi secara sistematis berdampak terhadap pengukuran pendapatan, dengan kata lain, apakah perbedaan ini sangat berarti?
            Meskipun telah dilakukan riset yang sangat terbatas mengenai dampak kuantitatif dari perbedaan akuntansi internasional, ada  bukti kuat antara hubungan prinsip akuntansi di AS dengan Inggris, beberapa negara Uni Eropa, dan Jepang.

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN INTERNASIONAL
Akuntansi keuangan merefleksikan lingkungan yang dilayaninya
Kerangka untuk Analisis Laporan Keuangan:
Variabel Lingkungan
Nilai Budaya
Nilai Akuntansi
Variabel
Amerika Serikat
Jepang
Pendanaan eksternal
Pasar modal
Bank
Keterkaitan politik & ekonomi dgn negara lain
Dipengaruhi Inggris
Dipengaruhi Jerman, lalu AS setelah PD II
Sistem hukum
Common Law
Code Law
Level Inflasi
Rendah
Rendah
Ukuran & Kompleksitas lingkungan bisnsi
Besar & kompleks
Besar & Kompleks
Kecanggihan manajemen & komunitas finansial
Tinggi
Tinggi
Tingkat pendidikan secara umum
Tinggi
Tinggi

Nilai Budaya
         Individu vs kelompok
         perintah hierarki vs persamaan berhadapan dengan ketidak pastian
Nilai Akuntansi
         Profesionalisme vs pengendalian hukum
         Keseragaman vs fleksibilitas
         Konservatisme vs optimisme
         Rahasia vs transparansi
Sistem Akuntansi
         Otoritas
         Penegakan
         Pengukuran
         Pengungkapan
Model Akuntansi Dan Nilai Akuntansi
Fair Presentation/Full Disclosure
Legal Compliance
Inflation Adjusted
Profesionalisme
Pengendalian berdasar UU
Pengendalian berdasar UU
Fleksibilitas
Keseragaman
Keseragaman
Optimisme
Konservatisme
Konservatisme
Transparansi
Kerahasiaan
Kerahasiaan
Analisis Informasi Keuangan
Ketepatan waktu,bahasa,istilah & format
Tabel rata2 penundaan tanggal akhir tahun & tanggal laporan auditor:
Jumlah Hari
Negara
1-30
Tidak ada
31-60
Brasil,Kanada,Meksiko,Korea Selatan,Taiwan,USA
61-90
Argentina,Australia,Denmark,Jepang,Belanda,Singapura,Spanyol,Inggris Raya
91-120
Perancis, Jerman, Hongkong
121 lebih
Pakistan

Analisis Rasio
Indikator Pengembalian:
Pendapatan per lembar saham =     Pertumbuhan laba bersih saham biasa / Total saham dari saham biasa yang beredar
Pengembalian atas aktiva =     Laba bersih / Total Aktiva
Pengembalian atas ekuitas =   Laba bersih / Ekuitas pemilik
             
Analisis Rasio
Indikator Likuiditas dan Risiko:
Rasio Lancar =     Aktiva lancar / Utang lancar
Utang terhadap ekuitas =   Total Utang / Ekuitas pemilik

UKURAN KINERJA KEUANGAN
Endang Wirjatmi (2005:61) mengemukakan bahwa “KInerja merupakan tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya”. 
Menurut Lembaga Administrasi Negara (2003:3) “KInerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi”. 
Kaplan dan Norton (1995:23) mengungkapkan bahwa “ Berdasarkan Balance Scorecard, ukuran kinerja dapat dibedakan menjadi empat perspektif, yaitu perspektif financial, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan”. 
Sedangkan menurut Mulyadi (2001), ukuran kinerja dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 
Ukuran kinerja keuangan dan ukuran kinerja non keuangan. Kinerja keuangan biasanya diukur berdasarkan anggaran yang telah dibuat, yaitu dengan menganalisis varians (selisih atau perbedaan) antara kinerja actual dengan yang dianggarkan. Sedangkan kinerja non keuangan dapat dilihat dari kualitas pelayanan, kedisiplinan, kepuasan pelanggan dan sebagainya. 
Lebih lanjut Mulyadi (2001) mengungkapkan bahwa “Pengukuran kInerja keuangan merupakan penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria sebelumnya”. 
Akhmad Solikin (2006) menyatakan bahwa “Kinerja keuangan yaitu kinerja kegiatan operasional yang berdimensi keuangan”. 
Berdasarkan definisi-definis di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan adalah ukuran keberhasilan suatu organisasi mencapai target-target yang telah ditetapkan dalam anggarannya guna mewujudkan visi dan misi perusahaan, 
Anggaran dan laporan keuangan merupakan sumber informasi dalam menilai kinerja keuangan suatu organisasi. Dalam mengukur kinerja keuangan, Weston (2001:237) mengklasifikasikan ukuran kinerja keuangan ke dalam tiga kelompok yaitu: 1) Ukuran Kinerja, 2) Ukuran efisiensi operasi, 3) Ukuran kebijkan keuangan. 
Ukuran-ukuran kinerja mencerminkan keputusan-keputusan strategis, operasi, dan pembiayaan. Ukuran efisiensi operasi mencerminkan pengelolaan penggunaan berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya. Sedangkan ukuran keuangan mengukur kemampuan organisasi dalam memenuhi kewajibannya dan mengukur sebatas mana total aktiva dibiayai oleh modal sendiri dibandingkan dengan pembiayaan kreditor.
     Tujuan Pengukuran Kinerja Keuangan 
Menurut Mardiasmo ( 2002:122) secara umum, tujuan pengukuran kinerja adalah: 
1. Untuk mengkomunikasikan strategis secara lebih baik, 
2. Untuk mengukur kinerja financial dan non financial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi. 
3. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manager level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence. 
4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional. 

UKURAN KINERJA BERDASARKAN ANGGARAN
Anggaran dan laporan keuangan merupakan sumber informasi dalam menilai kinerja keuangan suatu organisasi. Dalam mengukur kinerja keuangan, Weston (2001:237) mengklasifikasikan ukuran kinerja keuangan ke dalam tiga kelompok yaitu: 1) Ukuran Kinerja, 2) Ukuran efisiensi operasi, 3) Ukuran kebijkan keuangan. 
Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja dapat dijelaskan sebagai berikut. 
1. Untuk mengkomunikasikan strategis secara lebih baik, 
2. Untuk mengukur kinerja financial dan non financial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi. 
3. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manager level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence. 
4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional. 

UKURAN KINERJA BERDASARKAN ROI
Perhitungan kinerja dengan menggunakan ROI menghasilkan penilaian yang sederhana karena hanya melibatkan komponen laba bersih dan total assets. Penilaian ini hanya berdasarkan pada laba secara akutansi sehingga sulit untuk mengetahui apakah perusahaan berhasil menciptakan nilai.
Ada 3 (tiga) keuntungan dengan menggunakan ROI sebagai tolak ukur kinerja, yaitu:
1.      Ukuran komprehensif, dimana semua mempengaruhi laporan keuangan tercermin dalam laporan ini,
2.      Mudah dihitung, mudah dipahami, dan pengertiannya bernilai absolut.
3.      Perhitungan denominator dapat dilakukan untuk unit organisasi apa saja tanpa melihat ukuran dan jenis perusahaan.
Kelemahan ROI :
1.    Manajer pusat investasi cenderung menolak investasi yang bisa menurunkan ROI pusat pertanggung jawabannya, walaupun akan meningkatkan profitabilitas perusahaan secara keseluruhan.
2.    Manajer pusat investasi hanya berpikiran jangka pendek tanpa memperhatikan kepentingan jangka penjang.

SUMBER :
·     http://rahasiaakuntansi.blogspot.com/2010/10/perbedaan-akuntansi-internasional-dan.html