Rabu, 11 April 2012

Cocok 99 %

***   Cocok 99 %  *****  

...Tok..tok.. suara pintu diketuk . “ya, masuk tidak dikunci..” ujar Woper . “hai ,Wope... masih kerja aja...” ujar Ruth sambil duduk di sofa ruangan Woper dan buka- buka majalah . “ hai, Ruth... Iya nich, masih lagi ngecek- ngecek laporan  kas dari bawahan buat dikasih ke direk. Kamu gimana dah selesai??tumben nyamper .. ada angin apa nich?..hahaha..” jawab Woper sambil meledek . “ udah dong.. baru aja dikasih ke direk...nanti pulang mau kemana? Makan dulu yuk!! Sambil hangout atau nonton, lagi bete nih sama kerjaan..refreshing..” ajak Ruth dengan wajah kusut . “ tumben rajin duluan..baru rajin sekali aja dah bete ..gimana sich..? Klo malem ini

sepertinya tidak bisa dech..” timbal Woper sambil mengeles . “ ya.. gagal lagi dech rencana aku . Tapi ada apaan? tumben...cciiee..darling Marlin pasti ya ngajak dinner.. tau dech yang nomor one is diffrent...”, timbal Ruth dengan meledek . “ ih.. enggak donk.. God and Family is frist..” jawab Woper dengan malu . “iya, tapi lebih dari aku kan ??..”, ujar Ruth sambil tertawa meledek . “ ya..terserah dech, buat kali ini . Ku tak bisa lebih ..hehehe...” ujar Woper . “ yes.. akhirnya kalah juga..hahaha..?”, timbal Ruth dengan bahagianya menag meledek Woper . Tak lama kemudian, kring..kring..sura telepon berbunyi . “ Halo,..”, jawab Woper dengan halus dan sopan . “ Wop,..ini Daniel, Ruth ada? . Tadi aku telepon kata secretarisnya dia ada di ruangan kamu...”, tanya Daniel . “oh, kamu apa kabar?”, sapa Woper . “baik..Wop..”, jawab Daniel . “ tunggu sebentar ya, Dan . Aku panggil Ruth dulu

ya..”,ujar Woper . “Gak usah Wop !! aku udah di lobby . Suruh aja dia ke bawah aku tunggu gitu...ok...” balas Daniel . “ oh gitu, yaudah ...ok deech . Aku suruh dia ya ..” ujar Woper . “ terima kasih ya, Wop..”, ujar Daniel . “ iya Dan sama- sama . Dengan rasa ingin tahu “ siapa Wop? “ tanya Ruth . “ your dadar guling...” jawab Woper . Sambil penasaran dan ngotot “ dadar guling?? Siapa sich??yang bener dong..!! “, timbal Ruth . Dengan sura kencang” your darling..dadar guling...dah tunggu di lobby tuh, kamu disuruh kesana tuh ...kangen kali cepet..nanti hilang lagi...sambil bawa tas tuh sekalian pulang..!!”, ujar Woper . “oh, Daniel.. ya udah deh aku duluan ya , Wop..See you...” ujar Ruth . “ seeyou too, bye..” , balas Woper .

Sreett... bunyi leasleting  tas Woper yang sedang beres – beres selesai pekerjaan untuk pulang yang sebelumnya akan diner dengan  Marlin Kekasih pujaannya yang sudah tiga tahun berhubungan . “ Jakc, nanti ruangan saya ya, tolong !! “ suruh Woper  denngan lembut kepada Jakci, cleaning service di kantornya . “ iya bu, baik ..”, jawab Jack . Cekk..Cekk bunyi alarm mobilnya yang dibarengi bunyi klkson mobil direknya yang menugurnya dan ia pun hanya tersenyum kepada mobil  Sedan mercy mewah milik direknya itu . Diapun cepat lekas membuka pintu mobilnya dan menutupnya kembali dan lalu mengendarai mobilnya menuju tempat yang telah dia dan Marlin janjikan .

Setibanya disana rupanya Marlin telah ada lebih dulu datang dari pada dirinya . Cu..Cup.. bunyi kecup pipi kanan kiri yang mereka lakukan pada saat bertemu . “ Dah lama nunggu ?? sory ya lama..”, ujar Woper . “ Enggak kok... aku baru aja sampai gak lama dari kamu . Oh ya, kamu mau pesen apa ? “, jawab Marlin dengan penuh lembut sayang perhatian . “ Aku, ini aja dech .. nasi merah bebek bakar mayonase, terus kamu mau apa? “, tanya Woper . “ aku.. apaya... ehm... ini aja dech nasi iga bakar saus . Mas ...!!! “, jawab Marlin sambil memanggil  seorang pelayan . “ Mas, ini ... dan ini.. Oh ya kamu mau minum apa?” ,tanya Marlin kepada Woper sambil menunjuk pesanan kepada pelayan . “  Aku , minum capucinno latte aja dech . “, jawab  Woper . “ ya, Mas jadi  kami pesan .... “, ujar MarLin sambil  menjelaskan pesana kepada pelayan . Sambil menunggu hidangan datang mereka pun mengobrol- ngobrol sambil bercanda- canda dan kelihatan bahagai . mereka membicarakan tentang aktivitas mereka masing- masing, teman – teman mereka, keluarga mereka masing- masing sampai kehubungan mereka saat ini yang telah berjalan selama tiga tahun . Hingga suatu kalimat terlontar dari bibir Marlin yang membuat situasi yang tadinya santai menjadi serius “ Wop, Hubungan kita udah lama banget, tiga tahun Wop, bagi aku itu waktu yang telah cukup untuk kita saling mengenal jauh kepribadian kita satu sama lain. Dan aku sudah merasa cocok sama kamu dan telah mengenal kamu jauh selama tiga tahun terakhir ini dan aku mau hubungan kita berlanjut terus kejejenjang berikutnya karena aku sudah membuat keputusan kan hidup bersama kamu  diatas sebuah janji yang sah dan legal di mata hukum serta agama dengan penuh tanggungjawab . Dan kalau untuk keluarga nanti akan kita bahas dan akan aku sampaikan kepada keluarga kita masing- masing setelah jika kamu menerima keputusan dan keinginan aku untuk kepentingan kita bersama nanti . Bagaimana keputusan kamu tentang pernyataan ku ini ?, ujar Marlin dengan pandangan mata yang tak berkedip sekalipun kepada Woper dengan nada lembut dan

sayang . “ Terus bagaimana dengan keyakinan kita? Kamu tahu dari dulu aku sudah bilang hanya inilah permasalahannnya sejak dulu aku memang sudah yakin namun hanya satu yang belum cocok . Dan aku mau jika kita kehubungan jenjang berikutnya, kepercayaan kita ini cocok .!!”, jelas Woper dengan lembu  dan serius pula . “ Untuk masalah itu aku sudah pikirkan . Aku ingin kamu ikut aku . “, ujar Marlin yang tak lama kemudian hidanganpun tiba . “ Baik, aku sudah punya keputusannya jika begitu, tapi aku akan bilang nanti sehabis kita makan malam ini . Dan makanlah mereka dengan suasana yang masih terlihat lembut dan romantis namun terbilang serius tak seperti pada awalnya . Selesainya makan malam itu, “ Wop, aku mau ke toilet sebentar dulu, ya? ... “, ujar Marllin . “ Iya...”, sahut Woper . Selama Marlin di toilet Woper memanggil salah seorang pelayan meminta bill untuk membayar makan malam mereka . “Mas..!!!”,ujar Woper . “terimakasih , mbak . “, balas pelayan itu . Sekembalinya Marlin dari toilet, dan ia pun duduk di kursi serta mengeluarkan sesuatu dari saku sebelah celananya dan iapun langsung menuju point pembicaraan tadi sambil mebuka kotak kecil berwarna cream yang berisi sepasang cicin mengkilau emas permata berlian yang terlihat elegan dan mewah  dan berkatalah ia dengan Lembut “Wop, aku ingin dengar keputusanmu yang akan ingin kamu berikan padaku dengan simbol kotak cincin yang ada ditanganku ini . Jika kamu menerimanya , kamu buka kotak cincin ini dan tutup kembali lalu letakkan diatas meja ini . Namun jika kamu menolaknya, buka kotak ini dan ambillah salah sepasang cincin ini lalu pakaikan cincin itu dijariku dan jarimu juga untuk sebagai kenangan kita bersama .”, ujarnya . Sambil membuka kotak cincin itu Woperpun berkata “Maaf, aku tidak bisa dan takkan pernah meninggalkan Tuhanku “, jawab Woper dengan nada agak haru sambil memakaikan salah sepasang cincin elegan itu dijari Marlin . Namun, ia tidak memakaikan cincin itu dijarinya malah menutup kotak cincin itu dan berkata “ cincin ini masih memiliki nilai guna . Sebaiknya, kamu simpan saja sampai nanti ada pengganti diriku yang kan menjadi yang terbaik tuk temani hidupmu selamanya . Dan pasti akan ada, karena aku dan kamu tidak cocok yang berarti kita tak berjodoh sampai kapanpun walau hanya satu yang tidak cocok dan bagiku itu sangatlah penting . Karena aku tak ingin tiket keselamatanku hangus yang telah diberikan-Nya kepadaku tanpa melihat siapa aku dan para hamba- hamba-Nya dengan penebusan-Nya tuk kami para hamba- hamba-Nya yang percaya kepada_nya . Jika kamu berubah pikiran tuk percaya kepada-Nya, bilanglah padaku dan aku akan mengajak kamu untuk lebih dekat  mengenal-Nya sebelum pertandingan ini selesai . Jika kamu telah melakukan-Nya, makalah kita bisa dibilang cocok 100 %” , ulas Woper dengan lembut namun tegas yang terbilang sebagai sugesti  untuk Marlin .

HUKUM DAGANG


Perdagangan atau perniagaan dalam arti umum ialah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan.

Di zaman yang modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen untuk membelikan menjual barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan.

Adapun pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen itu meliputi beberapa macam pekerjaan, misalnya :
1. Makelar, komisioner
2. Badan-badan usaha (assosiasi-assosiasi). Contoh : P.T, V.O.F
3. Asuransi
4. Perantara banker
5. Surat perniagaan untuk melakukan pembayaran, dengan cara memperoleh kredit, dan sebagainya.

Orang membagi jenis perdagangan itu :
1. Menurut pekerjaan yang di lakukan perdagangan
2. Menurut jenis barang yang diperdagangkan
3. Menurut daerah, tempat perdagangan itu dijalankan
Adapun usaha perniagaan itu meliputi :
1. Benda-benda yang dapat di raba, dilihat serta hak-haknya
2. Para pelanggan
3. Rahasia-rahasia perusahaan.

Menurut Mr. M. Polak dan Mr. W.L.P.A Molengraaff, bahwa : Kekayaan dari usaha perniagaan ini tidak terpisah dari kekayaan prive perusahaan.  
Menurut sejarah hukum dagang
 Perkembangan dimulai sejak kurang lebih tahun 1500. di Italia dan Perancis selatan lahir kota-kota pesat perdagangan seperti Florence, Vennetia, Marseille, Barcelona, dan lain-lain.
Pada hukum Romawi (corpus loris civilis) dapat memberikan penyelesaian yang ada pada waktu itu, sehingga para pedagang (gilda) memberikan sebuah peraturan sendiri yang bersifat kedaerahan.

Hukum dagang di Indonesia terutama bersumber pada :
1. Hukum tertulis yang sudah di kodifikasikan
a. KUHD (kitab undang-undang hukum dagang) atau wetboek van koophandel Indonesia (W.K)
b. KUHS (kitab undang-undang hukum sipil) atau Burgerlijk wetboek Indonesia (B.W)
2. Hukum-hukum tertulis yang belum dikoodifikasikan, yakni :
Perudang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan
dengan perdagangan.
Pada bagian KUHS itu mengatur tentang hukum dagang. Hal-hal yang diatur dalam KUHS adalah mengenai perikatan umumnya seperti :
1. Persetujuan jual beli (contract of sale)
2. Persetujuan sewa-menyewa (contract of hire)
3. Persetujuan pinjaman uang (contract of loun)
Hukum dagang selain di atur KUHD dan KUHS juga terdapat berbagai peraturanperaturan khusus (yang belum di koodifikasikan) seperti :
1. Peraturan tentang koperasi
2. Peraturan pailisemen
3. Undang-undang oktroi
4. Peraturan lalu lintas
5. Peraturan maskapai andil Indonesia
6. Peraturan tentang perusahaan negara

Hubungan Hukum Perdata dan KUHD
Hukum dagang merupakan keseluruhan dari aturan-aturan hukum yang mengatur
dengan disertai sanksi perbuatan-perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk
menjalankan usaha atau perdagangan.

Menurut Prof. Subekti, S.H berpendapat bahwa :
Terdapatnya KUHD dan KUHS sekarang tidak dianggap pada tempatnya, oleh karena “Hukum Dagang” tidak lain adalah “hukum perdata” itu sendiri melainkan pengertian perekonomian.
Hukum dagang dan hukum perdata bersifat asasi terbukti di dalam :
1. Pasal 1 KUHD
2. Perjanjian jual beli
3. Asuransi yang diterapkan dalam KUHD dagang

Dalam hubungan hukum dagang dan hukum perdata dibandingkan pada sistem hukum yang bersangkutan pada negara itu sendiri. Hal ini berarti bahwa yang di atur dalam KUHD sepanjang tidak terdapat peraturan-peraturan khusus yang berlainan, juga berlaku peraturan-peraturan dalam KUHS, bahwa kedudukan KUHD terdapat KUHS adalah sebagai hukum khusus terhadap hukum umum.

Perantara dalam Hukum Dagang
Pada zaman modern ini perdagangan dapat diartikan sebagai pemberian perantaraan dari produsen kepada konsumen dalam hal pembelian dan penjualan.

Pemberian perantaraan produsen kepada konsumen dapat meliputi aneka macam
pekerjaan seperti misalnya :
1. Perkerjaan perantaraan sebagai makelar, komisioner, perdagangan dan sebagainya.
2. Pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas baik di darat, laut dan udara
3. Pertanggungan (asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya pedagang dapat menutup resiko pengangkutan dengan asuransi.

Pengangkutan
Pengangkutan adalah perjanjian di mana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang/barang dari satu tempat ke lain tempat, sedang pihak lainnya menyanggupi akan membayar ongkos. Menurut undang-undang, seorang pengangkut hanya menyanggupi untuk melaksanakan pengakutan saja, tidak perlu ia sendiri yang mengusahakan alat pengangkutan.

Di dalam hukum dagang di samping conossement masih di kenal surat-surat berharga yang lain, misalnya, cheque, wesel yang sama-sama merupakan perintah membayar dan keduanya memiliki perbedaan. Cheque sebagai alat pembayaran, sedangkan wesel di samping sebagai alat pembayaran keduanya memiliki fungsi lain yaitu sebagai barang dagangan, suatu alat penagihan, ataupun sebagai pemberian kredit.

Asuransi
Asuransi adalah suatu perjanjian yang dengan sengaja digantungkan pada suatu kejadian yang belum tentu, kejadian mana akan menentukan untung ruginya salah satu pihak. Asuransi merupakan perjanjian di mana seorang penanggung, dengan menerima suatu premi menyanggupi kepada yang tertanggung, untuk memberikan penggantian dari suatu kerugian atau kehilangan keuntungan yang mungkin di derita oleh orang yang ditanggung sebagai akibat dari suatu kejadian yang tidak tentu

Sumber-sumber Hukum
Sumber-sumber hukum meliputi yang terdapat pada :
1. Kitab undang-undang hukum perdata  
2. Kitab undang-undang hukum dagang, kebiasaan, yurisprudensi dan peraturanperaturan tertulis lainnya antara lain undang-undang tentang bentuk-bentuk usaha negara (No.9 tahun 1969)
3. Undang-undang oktroi
4. Undang-undang tentang merek
5. Undang-undang tentang kadin
6. Undang-undang tentang perindustrian, koperasi, pailisemen dan lain-lain.

Persetujuan Dagang
Dalam hukum dagang di kenal beberapa macam persekutuan dagang, antara lain :
1. Firma
2. Perseroan komanditer
3. Perseroan terbatas
4. Koperasi

SUMBER

Sabtu, 07 April 2012

HUKUM PERJANJIAN

Ditinjau dari Hukum Privat

A. Pengertian Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal 1313 BW).
Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :
a. Perbuatan,
Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;
b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih, Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
c. Mengikatkan dirinya,
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri. 

B. Syarat sahnya Perjanjian
Agar suatu Perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 BW yaitu :
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut; adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman (Pasal 1324 BW); adanya penipuan yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat (Pasal 1328 BW). Terhadap perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat” berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat diajukan pembatalan.
2. cakap untuk membuat perikatan;
Para pihak mampu membuat suatu perjanjian. Kata mampu dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibawah pengawasan karena prerilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian.
Pasal 1330 BW menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan :
a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap.
Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya.
Akibat dari perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap adalah batal demi hukum (Pasal 1446 BW). 
3. suatu hal tertentu;
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentukan hanya barangbarang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan
Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.
4. suatu sebab atau causa yang halal.
Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Syarat pertama dan kedua menyangkut subyek, sedangkan syarat ketiga dan keempat mengenai obyek.
Terdapatnya cacat kehendak (keliru, paksaan, penipuan) atau tidak cakap untuk membuat perikatan, mengenai subyek mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan. Sementara apabila syarat ketiga dan keempat mengenai obyek tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum.
Misal:
Dalam melakukan perjanjian pengadaan barang, antara TPK (Tim Pelaksana Kegiatan) dengan suplier, maka harus memenuhi unsur-unsur:
- TPK sepakat untuk membeli sejumlah barang dengan biaya tertentu dan supplier sepakat untuk menyuplai barang dengan pembayaran tersebut. Tidak ada unsur paksaan terhadap kedua belah pihak.
- TPK dan supplier telah dewasa, tidak dalam pengawasan atau karena perundangundangan, tidak dilarang untuk membuat perjanjian.
- Barang yang akan dibeli/disuplai jelas, apa, berapa dan bagaimana.
- Tujuan perjanjian jual beli tidak dimaksudkan untuk rekayasa atau untuk kejahatan tertentu (contoh: TPK dengan sengaja bersepakat dengan supplier untuk membuat kwitansi dimana nilai harga lebih besar dari harga sesungguhnya).
Dari uraian di atas, timbul satu pertanyaan, bagaimana jika salah satu syarat di atas tidak Terpenuhi ?
Ada dua akibat yang dapat terjadi jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat di atas.
Pasal 1331 (1) KUH Perdata:
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Apabila perjanjian yang dilakukan obyek/perihalnya tidak ada atau tidak didasari pada itikad yang baik, maka dengan sendirinya perjanjian tersebut batal demi hukum. Dalam kondisi ini perjanjian dianggap tidak pernah ada, dan lebih lanjut para pihak tidak memiliki dasar penuntutan di depan hakim. Sedangkan untuk perjanjian yang tidak memenuhi unsur subyektif seperti perjanjian dibawah paksaan dan atau terdapat pihak dibawah umur atau dibawah pengawasan, maka perjanjian ini dapat dimintakan pembatalan (kepada hakim) oleh pihak yang tidak mampu termasuk wali atau pengampunya. Dengan kata lain, apabila tidak dimintakan pembatalan maka perjanjian tersebut tetap mengikat para pihak.
Kapan perjanjian mulai dinyatakan berlaku ?
Pada prinsipnya, hukum perjanjian menganut asas konsensualisme. Artinya bahwa perikatan timbul sejak terjadi kesepakatan para pihak.
Misal:
Pada saat terjadi musyawarah penanganan masalah, pelaku menyatakan bahwa ia akan mengembalikan dana tersebut bulan depan. Maka, sejak ia menyatakan kesediaannya, sejak itulah perikatan terjadi atau berlaku. Bahkan bila pada saat itu tidak dilengkapi dengan adanya pernyataan tertulis. Satu persoalan terkait dengan hukum perjanjian adalah bagaimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian atau wan prestasi ?
Ada 4 akibat yang dapat terjadi jika salah satu pihak melakukan wan prestasi yaitu:
1. Membayar kerugian yang diderita oleh pihak lain berupa ganti-rugi
2. Dilakukan pembatalan perjanjian
3. Peralihan resiko
4. Membayar biaya perkara jika sampai berperkara dimuka hakim
Mencari pengakuan akan kelalaian atau wan prestasi tidaklah mudah. Sehingga apabila yang bersangkutan menyangkal telah dilakukannya wan prestasi dapat dilakukan pembuktian di depan pengadilan.
Sebelum kita melangkah pada proses pembuktian di pengadilan, terdapat langkah-langkah yang dapat kita tempuh yaitu dengan membuat surat peringatan atau teguran, yang biasa dikenal dengan istilah SOMASI.
Pedoman penting dalam menafsirkan suatu perjanjian:
1. Jika kata-kata dalam perjanjian jelas, maka tidak diperkenankan menyimpangkan dengan penafsiran.
2. Jika mengandung banyak penafsiran, maka harus diselidiki maksud perjanjian oleh kedua pihak, dari pada memegang teguh arti katakata
3. Jika janji berisi dua pengertian, maka harus dipilih pengertian yang memungkinkan janji dilaksanakan
4. Jika kata-kata mengandung dua pengertian, maka dipilih pengertian yang selaras dengan sifat perjanjian
5. Apa yang meragukan, harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan
6. Tiap janji harus ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya

C. Akibat Perjanjian
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.
Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.

D. Berakhirnya Perjanjian
Perjanjian berakhir karena :
a. ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu;
b. undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian;
c. para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa
d. tertentu maka persetujuan akan hapus;
Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya karena adanya gempa bumi, banjir, lahar dan lain-lain. Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
keadaan memaksa absolut adalah suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar (force majeur).
Akibat keadaan memaksa absolut (force majeur) :
a. debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata);
b. kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata.
c. keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban besar yang tidak seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Keadaan memaksa ini tidak mengakibatkan beban resiko apapun, hanya masalah waktu pelaksanaan hak dan kewajiban kreditur dan debitur.
d. pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat sementara misalnya perjanjian kerja;
e. putusan hakim;
f. tujuan perjanjian telah tercapai;
g. dengan persetujuan para pihak (herroeping).

Ditinjau dari Hukum Publik

A. Pengertian Perjanjian
Dalam Hukum Publik, perjanjian disini menunjuk kepada Perjanjian Internasional.
Saat ini pada masyarakat internasional, perjanjian internasional memainkan peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan dan pergaulan antar negara. Perjanjian Internasional pada hakekatnya merupakan sumber hukum internasional yang utama untuk mengatur kegiatan negara-negara atau subjek hukum internasional lainnya.
Sampai tahun 1969, pembuatan perjanjian-perjanjian Internasional hanya diatur oleh hukum kebiasaan. Berdasarkan draft-draft pasal-pasal yang disiapkan oleh Komisi Hukum Internasional, diselenggarakanlah suatu Konferensi Internasional di Wina dari tanggal 26 Maret sampai dengan 24 Mei 1968 dan dari tanggal 9 April – 22 Mei 1969 untuk mengkodifikasikan hukum kebiasaan tersebut. Konferensi kemudian melahirkan Vienna Convention on the Law of Treaties yang
ditandatangani tanggal 23 Mei 1969. Konvensi ini mulai berlaku sejak tanggal 27 Januari 1980 dan merupakan hukum internasional positif.
Pasal 2 Konvensi Wina 1969 mendefinisikan perjanjian internasional (treaty) adalah suatu persetujuan yang dibuat antar negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan kepadanya.
Pengertian diatas mengandung unsur :
a. adanya subjek hukum internasional, yaitu negara, organisasi internasional dan gerakan-gerakan pembebasan.
Pengakuan negara sebagai sebagai subjek hukum internasional yang mempunyai kapasitas penuh untuk membuat perjanjian-perjanjian internasional tercantum dalam Pasal 6 Konvensi Wina. Organisasi internasional juga diakui sebagai pihak yang membuat perjanjian dengan persyaratan kehendak membuat perjanjian berasal dari negara-negara anggota dan perjanjian internasional yang dibuat merupakan bidang kewenangan organisasi internasional tersebut. Pembatasan tersebut terlihat pada Pasal 6 Konvensi Wina. Kapasitas gerakan-gerakan pembebasan diakui namun bersifat selektif dan terbatas. Selektif artinya gerakan-gerakan tersebut harus diakui terlebih dahulu oleh kawasan dimana gerakan tersebut berada. Terbatas artinya keikutsertaangerakan dalam perjanjian adalah untuk melaksanakan keinginan gerakan mendirikan negaranya yang merdeka.
b. rezim hukum internasional.
Perjanjian internasional harus tunduk pada hukum internasional dan tidak boleh tunduk pada suatu hukum nasional tertentu. Walaupun perjanjian itu dibuat oleh negara atau organisasi internasional namun apabila telah tunduk pada suatu hukum nasional tertentu yang dipilih, perjanjian tersebut bukanlah perjanjian internasional.

B. Syarat sahnya perjanjian
Berbeda dengan perjanjian dalam hukum privat yang sah dan mengikat para pihak sejak adanya kata sepakat, namun dalam hukum publik kata sepakat hanya menunjukkan kesaksian naskah perjanjian, bukan keabsahan perjanjian. Dan setelah perjanjian itu sah, tidak serta merta mengikat para pihak apabila para pihak belum melakukan ratifikasi.
Tahapan pembuatan perjanjian meliputi :
a. perundingan dimana negara mengirimkan utusannya ke suatu konferensi bilateral maupun multilateral;
b. penerimaan naskah perjanjian (adoption of the text) adalah penerimaan isi naskah perjanjian oleh peserta konferensi yang ditentukan dengan persetujuan dari semua peserta melalui pemungutan suara;
c. kesaksian naskah perjanjian (authentication of the text), merupakan suatu tindakan formal yang menyatakan bahwa naskah perjanjian tersebut telah diterima konferensi.
Pasal 10 Konvensi Wina, dilakukan menurut prosedur yang terdapat dalam naskah perjanjian atau sesuai dengan yang telah diputuskan oleh utusan-utusan dalam konferensi. Kalau tidak ditentukan maka pengesahan dapat dilakukan dengan membubuhi tanda tangan atau paraf di bawah naskah perjanjian.
d. persetujuan mengikatkan diri (consent to the bound), diberikan dala bermacam cara tergantung pada permufakatan para pihak pada waktu mengadakan perjanjian, dimana cara untuk menyatakan persetujuan adalah sebagai berikut : a) penandatanganan,
Pasal 12 Konvensi Wina menyatakan :
- persetujuan negara untuk diikat suatu perjanjian dapat dinyatakan dalam bentuk tandatangan wakil negara tersebut;
- bila perjanjian itu sendiri yang menyatakannya;
- bila terbukti bahwa negara-negara yang ikut berunding menyetujui demikian;
- bila full powers wakil-wakil negara menyebutkan demikian atau dinyatakan dengan jelas pada waktu perundingan.
b) pengesahan, melalui ratifikasi dimana perjanjian tersebut disahkan oleh badan yang berwenang di negara anggota.

C. Akibat perjanjian
1) Bagi negara pihak :
Pasal 26 Konvensi Wina menyatakan bahwa tiap-tiap perjanjian yang berlaku mengikat negara-negara pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik atau in good faith. Pelaksanaan perjanjian itu dilakukan oleh organ-organ negara yang harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaannya. Daya ikat perjanjian didasarkan pada prinsip pacta sunt servanda.
2) Bagi negara lain : Berbeda dengan perjanjian dalam lapangan hukum privat yang tidak boleh menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak ketiga, perjanjian internasional dapat menimbulkan akibat bagi pihak ketiga atas persetujuan mereka, dapat memberikan hak kepada negara-negara ketiga atau mempunyai akibat pada negara ketiga tanpa persetujuan negara tersebut (contoh : Pasal 2 (6) Piagam PBB yang menyatakan bahwa negara-negara bukan anggota PBB harus bertindak sesuai dengan asas PBB sejauh mungkin bila dianggap perlu untuk perdamaian dan keamanan internasional).
Pasal 35 Konvensi Wina mengatur bahwa perjanjian internasional dapat menimbulkan akibat bagi pihak ketiga berupa kewajiban atas persetujuan mereka dimana persetujuan tersebut diwujudkan dalam bentuk tertulis.

D. Berakhirnya perjanjian
(1) sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sendiri;
(2) atas persetujuan kemudian yang dituangkan dalam perjanjian tersendiri;
(3) akibat peristiwa-peristiwa tertentu yaitu tidak dilaksanakannya perjanjian,  perubahan kendaraan yang bersifat mendasar pada negara anggota, timbulnya norma hukum internasional yang baru, perang.

Asas Dalam Perjanjian
1.Asas Terbuka
n      Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar UU,  ketertiban umum dan kesusilaan.
n      Sistem terbuka, disimpulkan dalam pasal 1338 (1) : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”
 2.Asas Konsensualitas
n      Pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Asas konsensualitas lazim disimpulkan dalam pasal 1320 KUH Perdata.
n      teori pernyataan
a. perjanjian lahir sejak para pihak mengeluarkan kehendaknya secara lisan.
b.perjanjian lahir sejak para pihak mengeluarkan kehendaknya secara lisan dan tertulis. Sepakat yang diperlukan untuk melahirkan perjanjian dianggap telah tercapai, apabila pernyataan yang dikeluarkan oleh suatu pihak diterima oleh pihak lain.
n       Teori Penawaran bahwa perjanjian lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (offerte). Apabila seseorang melakukan penawaran dan penawaran tersebut diterima oleh orang lain secara tertulis maka perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran menerima jawaban secara tertulis dari pihak lawannya.
n      Asas kepribadian suatu perjanjian diatur dalam pasal 1315 KUHPerdata, yang menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri.
n      Suatu perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang membuatnya dan tidak mengikat orang lain (pihak ketiga).

II. Kesimpulan
Perjanjian, baik ditinjau dari sudut hukum privat maupun publik, sama-sama memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang memperjanjikan jika sudah memenuhi syaratsyarat yang ditentukan untuk dinyatakan sah. Namun berbeda dengan perjanjian yang berlaku dalam lapangan hukum privat yang hanya mengikat kedua belah pihak, dalam lapangan hukum publik perjanjian mengikat bukan hanya kedua belah pihak namun juga pihak ketiga.

Selain itu subjek perjanjian dalam lapangan hukum privat adalah individu atau badan hukum, sementara subjek perjanjian dalam lapangan hukum publik adalah subjek hukum internasional yaitu negara, organisasi internasional dan gerakan-gerakan pembebasan.

Perbedaan Perikatan dan Perjanjian
Pada prinsipnya perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, dimana
pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain dan yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut. Sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua pihak saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Berangkat dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian akan menimbulkan perikatan .

SUMBER

HUKUM PERIKATAN

Pengertian Perikatan:
     Suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

MACAM PERIKATAN
1. PERIKATAN BERSYARAT
2. PERIKATAN DENGAN KETETAPAN /KETENTUAN WAKTU
3. PERIKATAN ALTERNATIF
4. PERIKATAN TANGGUNG – MENANGGUNG (SOLIDER)
5. PERIKATAN YANG DAPAT DIBAGI & TIDAK DAPAT DIBAGI
6. PERIKATAN DENGAN ANCAMAN HUKUMAN

1. PERIKATAN BERSYARAT
• Apabila digantungkan pada suatuperistiwa yang masih akan datang (in the
 future) dan masih belum tentu akan terjadi (still uncertain).

SYARAT (Conditions)
• Suatu peristiwa yang merupakan syarat tersebut (Conditions) :
1. SYARAT TANGGUH
2. SYARAT BATAL

SYARAT TANGGUH (Condition Precedent)
• Suatu syarat yang menyebabkan lahirnya Perikatan.
• Disebut SYARAT TANGGUH karena berlakunya syarat tersebut menangguhkan lahirnya Perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu.
• Perikatan LAHIR hanya apabila peristiwa yang dimaksud TERJADI dan pada detik terjadinya peristiwa itu.

SYARAT BATAL (Condition Subsequent)
• Suatu syarat yang meyebabkan batalnya / berakhirnya perikatan tersebut, ketika peristiwa yang dipersyaratkan itu terjadi.
• Perikatan itu sudah ada dan terjadinya persyaratan tersebut justru menyebabkan berakhirnya perikatan itu.

RESTRICTED CONDITIONS
• Peristiwa-peristiwa yang tidak boleh menjadi suatu persyaratan :
1. Yang tidak mungkin terlaksana
2. Yang dilarang oleh UU
3. Yang bertentangan dengan rasa kesusilaan
4. Yang pelaksanaannya semata-mata tergantung oleh orang yang terikat

2. Perikatan dengan ketetapan / ketentuan waktu
• Tujuannya untuk menentukan waktu PELAKSANAAN, atau jangka waktu berlakunya,
dari sebuah perjanjian/perikatan.
• Tidak menangguhkan lahirnya perjanjian / perikatan (seperti halnya Perikatan bersyarat), tetapi menangguhkan pelaksanaannya saja.
• Syarat (waktu)nya bersifat pasti akan terjadi, hanya persoalan kapan (when)?

3. PERIKATAN ALTERNATIF (mana suka)
• Disebut juga sebagai Perikatan yang membolehkan memilh.
• Dimana terdapat dua atau lebih prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana yang akan dia lakukan.
• Kecuali ditentukan sebaliknya, hak memilih ada pada si berhutang.

4 . PERIKATAN SOLIDER (Tanggung-menanggung)
• Beberapa orang bersama-sama (sebagai debitur) berhadapan dengan satu orang (sebagai kreditur), atau berlaku sebaliknya.
• Masing-masing anggota dapat mempunyai kuasa penuh atas hak seluruh anggota; dan dapat juga dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas prestasi/ kewajiban dari keseluruhan kelompoknya.

5. PERIKATAN YANG DAPAT DIBAGI & TDK DAPAT DIBAGI
• Adalah mengenai pemenuhan prestasinya (kewajiban yang diperjanjikan)
• Tergantung dari SIFAT barang atau MAKSUD dari perikatannya.  
Suatu perikatan, dapat atau tak dapat dibagi, adalah sekedar prosentasinya dapat dibagi menurut imbangan pembagian mana tidak boleh mengurangi hakekat prestasi itu.

6. PERIKATAN DENGAN ANCAMAN HUKUMAN
Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek banyak dilakukan perjanjian dimana si berhutang dikenakan hukuman, jika tidak menepati kewajibannya, dalam praktek banyak dipakai perjanjian dimana si berhutang dikenakan hukuman jika tidak menepati kwajibannya . Hukuman ini, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebernarnya merupakan suatu pembayarn kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh pihak yang membuat perjanjian itu .
Hakim mempunyai kekuasaan untuk meringankan hukuman, jika perjanjian telah sebahagian dipenuhi .
   Tujuan  Sanksi/denda:
   1. Menjadi pendorong bagi si berutang supaya memenuhi kewajibanya.
   2. Untuk memberikan si perpiutang dari pembuktian tentang jumlahnya atau besarnya kerugian yang dideritanya.

SUMBER




Kamis, 05 April 2012

HAK ATAS TANAH



HAK ATAS TANAH Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah.

Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak–hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam pasal 16 jo pasal 53 UUPA, antara lain:
  1. Hak Milik
  2. Hak Guna Usaha
  3. Hak Guna Bangunan
  4. Hak Pakai
  5. Hak Sewa
  6. Hak Membuka Tanah
  7. Hak Memungut Hasil Hutan
  8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebutkan dalam pasal 53.

Dalam pasal 16 UU Agraria disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya bukan merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan karena hak–hak itu tidak memberi wewenang untuk mempergunakan atau mengusahakan tanah tertentu. Namun kedua hak tersebut tetap dicantumkan dalam pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah hanya untuk menyelaraskan sistematikanya dengan sistematika hukum adat. Kedua hak tersebut merupakan pengejawantahan (manifestasi) dari hak ulayat. Selain hak–hak atas tanah yang disebut dalam pasal 16, dijumpai juga lembaga–lembaga hak atas tanah yang keberadaanya dalam Hukum Tanah Nasional diberi sifat “sementara”. Hak–hak yang dimaksud antara lain :
  1. Hak gadai,
  2. Hak usaha bagi hasil,
  3. Hak menumpang,
  4. Hak sewa untuk usaha pertanian.

Hak–hak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti sifatnya akan dihapuskan. Oleh karena dalam prakteknya hak–hak tersebut menimbulkan pemerasan oleh golongan ekonomi kuat pada golongan ekonomi lemah (kecuali hak menumpang). Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan asas–asas Hukum Tanah Nasional (pasal 11 ayat 1). Selain itu, hak–hak tersebut juga bertentangan dengan jiwa dari pasal 10 yang menyebutkan bahwa tanah pertanian pada dasarnya harus dikerjakan dan diusahakan sendiri secara aktif oleh orang yang mempunyai hak. Sehingga apabila tanah tersebut digadaikan maka yang akan mengusahakan tanah tersebut adalah pemegang hak gadai. Hak menumpang dimasukkan dalam hak–hak atas tanah dengan eksistensi yang bersifat sementara dan akan dihapuskan karena UUPA menganggap hak menumpang mengandung unsur feodal yang bertentangan dengan asas dari hukum agraria Indonesia. Dalam hak menumpang terdapat hubungan antara pemilik tanah dengan orang lain yang menumpang di tanah si A, sehingga ada hubungan tuan dan budaknya. Feodalisme masih mengakar kuat sampai sekarang di Indonesia yang oleh karena Indonesia masih dikuasai oleh berbagai rezim. Sehingga rakyat hanya menunngu perintah dari penguasa tertinggi. Sutan Syahrir dalam diskusinya dengan Josh Mc. Tunner, pengamat Amerika (1948) mengatakan bahwa feodalisme itu merupakan warisan budaya masyarakat Indonesia yang masih rentan dengan pemerintahan diktatorial. Kemerdekaan Indonesia dari Belanda merupakan tujuan jangka pendek. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah membebaskan Indonesia dari pemerintahan yang sewenang–wenang dan mencapai kesejahteraan masyarakat. Pada saat itu, Indonesia baru saja selesai dengan pemberontakan G 30 S/PKI. Walaupun PKI sudah bisa dieliminir pada tahun 1948 tapi ancaman bahaya totaliter tidak bisa dihilangkan dari Indonesia. Pasal 16 UUPA tidak menyebutkan hak pengelolaan yang sebetulnya hak atas tanah karena pemegang hak pengelolaan itu mempunyai hak untuk mempergunakan tanah yang menjadi haknya. Dalam UUPA, hak–hak atas tanah dikelompokkan sebagai berikut :

1.Hak atas tanah yang bersifat tetap, terdiri dari :
  1. Hak Milik
  2. Hak Guna Usaha
  3. Hak Guna Bangunan
  4. Hak Pakai
  5. Hak Sewa Tanah Bangunan
  6. Hak Pengelolaan

2.Hak atas tanah yang bersifat sementara, terdiri dari :
  1. Hak Gadai
  2. Hak Usaha Bagi Hasil
  3. Hak Menumpang
  4. Hak Sewa Tanah Pertanian

Pencabutan Hak Atas Tanah Maksud dari pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan tanah secara paksa oleh negara yang mengakibatkan hak atas tanah itu hapus tanpa yang bersangkutan melakukan pelanggaran atau lalai dalam memenuhi kewajiban hukum tertentu dari pemilik hak atas tanah tersebut. Menurut Undang–undang nomor 20 tahun 1961 tentang pencabutan hak atas tanah dan benda–benda diatasnya hanya dilakukan untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama milik rakyat merupakan wewenang Presiden RI setelah mendengar pertimbangan apakah benar kepentingan umum mengharuskan hak atas tanah itu harus dicabut, pertimbangan ini disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, serta menteri lain yang bersangkutan. Setelah Presiden mendengar pertimbangan tersebut, maka Presiden akan mengeluarkan Keputusan Presiden yang didalamnya terdapat besarnya ganti rugi untuk pemilik tanah yang haknya dicabut tadi. Kemudian jika pemilik tanah tidak setuju dengan besarnya ganti rugi, maka ia bisa mengajukan keberatan dengan naik banding pada pengadilan tinggi.

SUMBER ;


HUKUM PERDATA


Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.

Sejarah Hukum Perdata

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda

KUHPerdata

Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata baratBelanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.you
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.

PENGERTIAN HUKUM PERDATA di INDONESIA

Yang dimaksud dengan hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat .
Perkataan hukum perdata dalam arti yang luas meliputi semua hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana .
Untuk hukum privat materiil ada juga yang menggunakan dengan perkataan hukum sipil, ta[I oleh karena perkataan sipil juga digunakan sebagai lawan dari militer maka yang lenih umum digunakan nama hukum perdata saja, untuk segenap peraturan hukum privat materiil ( hukum perdata materiil) .
Dan perngertian dari hukum privat (hukum perdata materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentinngan dari masing-masing orang bersangkutan . Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbale balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu .
Disamping hukum privat materiil, jiga dikenal hukum perdat formil yang lebih yang lebih dikenal sekarang itu denagan HAP ( hukum acara perdata)  atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek dilingkungan pengadilan perdata .

Keadaan hukum di Indonesia dewasa ini

Hukum perdata di Indonesia dwasa ini dapata masuh dikatakan majemuk yaitu masih beraneka warna . Penyebabnya ada 2 faktor yaitu ;
1.      Faktor ethnis disebabkan keanekaragaman hukum adapt bangsa Indonesia, karena Negara kita Indonesia ini terdidrir dari berbagai suku bangsa .
2.      Faktor Hostia Yuridis, pada pasal 163.I.S. yang membagi penduuk Indonesia menjadi 3 golongan ;
·        Golongan Eropa dan yang dipersamakan
·        Golongan Bumi Putera dan yang persamakan
·        Golongan Timur Asing
Untuk memahami hukum perdata di Indonesia perlulah kita mengetahui riwayat politik pemerintah Hindia Belanda terlebih dahulu trhadap hukum di Indonesia .
Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S) yang sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu  pasal 75 RR .
·        Golongan Eropa berlaku Hukum perdata (BW) dan hukum dagang (WVK)
·        Golongan timur asing berlaku hukum masing-masing dengan cacatan Timur Asing dan Bumi Putera boleh tunduk pada hukum Eropa Barat secara keseluruhan atau untuk beberapa macam tindakan hukum perdata

SISTEMATIKA HUKUM PERDATA

Sistematika hukum perdata kita (BW) ada dua pendapat .
Pendapat pertama yaitu, dari pemberlaku UU berisi :
Buku 1 tentang Orang / Van Personnenrecht
Buku 2 tentang Benda / Zaakenrecht
Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht
Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewijs  
Pendapat yang kedua menurut Ilmu Hukum/doktri dibagi dalam 4 bagian yaitu ;
 I.   Hukum tentang diri seseorang (pribadi)
 II.  Hukum kekeluargaan
III. Hukum kekayaan
IV. Hukum warisan

SUMBER