Kamis, 29 Desember 2011

TANGGUNG RENTENG DAN KEJUJURAN


Sistem Tanggung Renteng Membentuk Kejujuran

Kejujuran memang seakan menjadi hal langka saat ini. Bahkan tidak jarang, orang diolok-olok justru karena kejujurannya. Ketidak jujuran seakan menjadi hal biasa untuk dilakukan dan hal itupun terjadi hampir dalam semua aspek kehidupan. Lalu bagaimana system tanggung renteng mencoba untuk membangun kembali nilai-nilai kejujuran tersebut ?
Seorang pelajar yang berusaha jujur dengan tidak menyontek saat ujian, justru kena marah dari orang tuanya karena nilai ujiannya jelek. Bukan lagi rahasia, saat berlangsungnya ujian nasional, seringkali didapatkan seorang guru melakukan pembiaran terhadap siswa yang menyontek. Nilai ujian seakan menjadi segala-galanya dan ketidak jujuran menjadi halal. Bukan pula rahasia, untuk menjadi PNS juga demikian. Tak mengherankan para calopun bermunculan saat dibuka penerimaan PNS baru.
Dalam perdagangan, ketidak jujuran juga sangat mudah untuk ditemui, mulai yang terkait dengan kualitas hingga kuantitasnya. Dalam perpolitikan apalagi, ketidak jujuran bisa dibungkus dengan berbagai cara dan kata yang indah. Di lingkungan rumah, orang tua berdusta pada anak juga sering ditemuai. Dengan demikian sejak dini anak sudah diajarkan tentang ketidak jujuran. Begitu pula ketika dewasa, ia juga diajarkan tentang ketidak jujuran oleh lingkungannya dimanapun ia berada. Ia bisa menemukan ketidak jujuran dirumah, dikampung, dijalanan bahkan ditempat kerja.
Sistem tanggung renteng, mencoba membangun kembali nilai kejujuran tersebut melalui kelompok. Di kelompok tanggung renteng, seorang anggota dituntut untuk jujur agar bisa dipercayai oleh teman-temannya dalam kelompok. Pembiasaan ini bisa dilakukan karena ada kontrol, baik pada tingkat kelompok maupun koperasi. Kontrol ini terkait erat dengan reward dan punishment secara bertingkat.
Tingkat pertama, terkait dengan kepercayaan yang diberikan koperasi pada kelompok. Kemudian kelompok memberikan kepercayaan pada anggota-anggotanya. Reward yang berupa realisasi hak sebagai anggota koperasi akan disetujui oleh seluruh anggota dalam kelompok karena ia bisa dipercaya. Selanjutnya hak tersebut akan direalisasi oleh koperasi bila kelompok tersebut bisa dipercaya. Sedang alat ukurnya adalah, pelaksanaan kewajiban yaitu pembayaran simpanan pokok, simpanan wajib dan angsuran pinjaman. Dalam hal ini koperasi dengan system tanggung renteng mensyaratkan semua kewajiban harus terselesaikan dalam kelompok.
Bila kewajiban yang dibayarkan oleh kelompok pada koperasi ternyata tidak lengkap, maka koperasi tidak akan merealisasi pengajuan pinjaman dari anggota dikelompok tersebut. Dengan mekanisme inilah, membuat setiap anggota dalam kelompok akan saling mengontrol agar pembayaran kewajiban secara kelompok kepada koperasi bisa lengkap. Disinilah setiap anggota dituntunt untuk berbuat jujur, agar penilaian terhadap dirinya tidak sampai salah. Karena kesalahan dalam penilaian akan memunculkan resiko yang menyusahkan seluruh anggota dalam kelompok. Kalau sampai hal ini terjadi, anggota tersebut akan kehilangan kepercayaan dari teman-teman sesama anggota dikelompok. Hal itu juga berarti akan menjadi hambatan baginya dalam memperoleh hak sebagai anggota koperasi.
Karena pola ini terus dilakukan setiap bulan, maka secara perlahan dan bertahap akan menjadi sebuah kebiasaan. Kebiasaan yang terus menerus, tentunya akan menjadi budaya yang akan mewarnai kehidupan anggota tersebut baik dalam pergaulan dirumah maupun diluar rumah. Harapannya, tentu bila lebih banyak lagi yang melaksanakan system tanggung renteng ini, maka nilai kejujuran dalam masyarkat akan bisa ditumbuhkan lebih cepat lagi. Ibaratnya dengan system tanggung renteng ini, nilai kejujuran bisa disebarkan bagaikan virus yang menjangkiti masyarakat. (gatot)

Kejujuran Modal Utama Sistem Tanggung Renteng

Seperti diketahui, dalam usaha simpan pinjam dengan sistem tanggung renteng, faktor kepercayaan adalah yang utama. Tentu hal ini bukan hanya sebatas slogan, tapi sebuah keharusan untuk diaplikasikan. Karena dana yang beredar dalam sebuah kelompok tanggung renteng bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Hal tersebut bisa terjadi karena adanya saling percaya antara koperasi dan anggota yang terhimpun dalam kelompok. Begitu pula seluruh anggota dalam kelompok secara bersama-sama menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh koperasinya. Sehingga tidak membutuhkan agunan berupa material.
Dalam kelompok tanggung renteng, faktor kepercayaan menjadi modal utama. Sehingga setiap anggota dapat mengajukan pinjaman, tanpa harus menyertakan agunan berupa material. Saling percaya diantara anggota, itulah yang menjadi jaminan. Sedang saling percaya itu sendiri akan tumbuh subur bila masing-masing anggota bisa menjaga kepercayaan atau tidak berkhianat. Anggota yang berkhianat atau menciderai kepercayaan, akan terpental dari kelompok dan akan sulit untuk bisa masuk lagi.
Memang, menjaga kepercayaan bukanlah mudah dan bukan tanpa pengorbanan. Upaya sebuah kelompok untuk tetap bisa dipercaya oleh koperasinya, ialah dengan menyelesaikan semua kewajiban anggotanya saat pertemuan kelompok. Yang dimaksud kewajiban terkait keuangan adalah : membayar angsuran, membayar simpanan pokok dan simpanan wajib. Untuk menjadi kelompok yang bisa dipercaya, seluruh anggota dalam kelompoklah yang bertanggung jawab menjaganya. Memang terkadang terasa berat utamanya bila ada anggota yang berkhianat. Karena disaat seperti itu, dituntut adanya pengorbanan dari seluruh anggota atau yang disebut juga dengan TR.
Pengorbanan tersebut memang harus dilakukan agar kelompok tetap bisa dipercaya oleh koperasinya. Karena rentetan berikutnya bila pengorbanan tidak dilakukan, maka koperasinyalah yang akan kehilangan kepercayaan. Sudah bisa ditebak, bagaimana sebuah lembaga yang kehilangan kepercayaan. Apalagi lembaga yang bergerak dibidang keuangan.
Koperasi juga akan kehilangan kepercayaan, manakalah ia tidak mampu merealisasi hak-hak anggotanya. Apalagi kondisi tersebut disebabkan karena pengelolanya yang tidak amanah. Hal-hal demikian inilah yang biasanya diungkap oleh media massa. Sehingga memperburuk citra koperasi. Akibatnya koperasipun sulit mendapat kepercayaan dari masyarakat dan membuat koperasi sulit berkembang.
Indikator dari ketidak percayaan masyarakat pada koperasi bisa dilihat dari kemampuan koperasi itu sendiri menghimpun dana. Bahkan dari anggotanyapun sulit. Masalah inilah yang dikeluhkan kebanyakan koperasi. Mereka sulit mencari anggota apalagi ketika disyaratkan untuk membayar simpanan pokok dan simpanan wajib. Bahkan mereka juga kesulitan untuk memotivasi anggotanya agar menyimpan di koperasinya.
Mereka mengeluhkan anggotanya yang hanya mau pinjam ke koperasi tapi ketika menyimpan justru ke bank. Hal ini wajar, karena menyimpan di bank dianggap lebih aman daripada menyimpan dikoperasinya. Tentu saja ini tantangan bagi koperasi terutama yang baru tumbuh. Mereka harus bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat dan khususnya anggota. Kalau hal itu gagal dilakukan, sampai kapanpun koperasi tidak akan bisa tumbuh dan berkembang.
Pengalaman dari Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita di Surabaya – Jawa Timur, yang kini telah berusia 32 tahun, salah satu contohnya. Pada awal pertumbuhannya, bila melihat grafik perkembangan koperasi yang landai pada beberapa tahun awal. Kegigihan, pengorbanan dan kesungguhan pengelola koperasi dalam mengemban amanah, itulah yang kemudian membuahkan kepercayaan masyarakat meningkat. Bukan saja anggota, tapi juga masyarakat dan lembaga keuanganpun akhirnya menaruh kepercayaan.
Kepercayaan itupun bisa terus dipertahankan, yang kemudian juga membuahkan berbagai prestasi dan pengakuan. Bahkan kini koperasi ini mampu membalik kesan, bahwa jatidiri koperasi hanya sebuah angan-angan yang tidak bisa diaplikasikan. Hal inilah yang kemudian membuat banyak pihak terkagum-kagum. Mereka berdatangan ke Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita untuk mengetahui lebih jauh bagaimana koperasi ini dikelola.
Kepercayaan memang mahal harganya. Untuk meraihnyapun bukan tanpa pengorbanan. Tapi begitu kepercayaan itu berhasil diraih, maka pintu kesuksesan itu akan terbuka lebar. Karenanya janganlah kepercayaan yang telah diraih, diciderai. Begitu kepercayaan terciderai, maka pintu kesuksesan itu akan tertutup dengan sendirinya. (gatot)

Arti Kejujuran Dalam Sistem Tanggung Renteng

Menjadi orang jujur dijaman sekarang justru akan ajur (hancur-red). Itulah ungkapan yang berkembang di masyarakat sebagai cermin bahwa kejujuran telah menjadi langka. Hal ini seakan menegaskan kalau ingin cepat kaya dan sukses dibidang apapun, jangan jujur. Betulkah demikian dan bagaimana dalam system tanggung renteng?
Anggota koperasi yang tidak jujur, akan menjadi masalah dalam angsuran pinjamannya. Semakin parah lagi bila pengelola koperasi yang tidak jujur. Tentu dananya akan kemana-mana tanpa ada kejelasan. Kalau sudah demikian, asset anggota yang berasal dari berbagai simpanan itu ditambah dengan pinjaman pada pihak ketiga, jelas akan semakin tidak jelas kemana larinya. Dana yang berada di tangan anggota, tidak jelas pengembaliannya. Begitu pula ditingkat koperasi juga tidak bisa dipertanggung jawabkan aliran dananya.
Dengan kondisi yang demikian itu, sudah bisa diprediksi bagaimana kelanjutan dari perjalanan koperasi tersebut. Pengelola tidak percaya pada anggota, karena banyak pinjaman yang tak terbayar. Sebaliknya anggotapun tidak percaya pada pengelola, karena dana yang dikelola tidak bisa dipertanggung jawabkan keberadaanya. Bahkan hak-hak anggota juga menjadi tersendat. Krisis kepercayaan inipun akan berlanjut pada penarikan dana-dana simpanan. Begitu pula pihak ketiga jelas akan menarik dananya. Sehingga dalam waktu singkat, koperasipun colaps.
Kejujuran memang modal utama dalam berkoperasi. Apalagi dengan system tanggung renteng, kejujuran menjadi sebuah keniscayaan. Bisa dibayangkan, bagaimana bila anggota tidak jujur. Tentu, dia akan merepotkan dirinya sendiri dan kelompoknya. Karena tidak jujur, data yang disampaikan saat musyawarah kelompok, berbuah pada masalah dibelakang harinya. Mengenai hal ini sudah banyak contoh yang dialami oleh koperasi yang menerapkan system tanggung renteng. Satu diantaranya kasus tentang penggunaan nama teman untuk mendapatkan pinjaman yang diistilahkan dengan pendomplengan. Dalam kasus ini seringkali berakibat pada kredit macet.
Berawal dari ketidak jujuran, seorang anggota terpaksa pontang – panting setiap menjelang pertemuan kelompok. Karena uang yang dimiliki tidak mencukupi untuk membayar kewajiban pada koperasi. Begitu pula anggota lainnya dalam kelompok yang terpaksa harus mengeluarkan dana ekstra untuk menanggung kewajiban anggota yang tak terbayarkan atau diistilahkan dengan TR. Kalau hal ini terjadi setiap bulan, sudah bisa ditebak bagaimana perasaan setiap anggota ketika pertemuan kelompok.
Bagi anggota yang bermasalah, tentu juga tidak tenang ketika bertemu dengan teman-teman anggota dikelompok. Sekalipun ia bisa menghindar dengan cara menghilang dari lingkungannya, ia tetap tidak akan tenang hidupnya. Ditempat yang baru, ia akan selalau dihantui beban yang telah ditinggalkannya. Dalam kondisi demikian, ia akan kehilangan harga diri dan ketenangan hidup. Hal inilah yang menjadi faktor penyebab tertutupnya akses kehidupan. Karena tidak akan ada orang yang mau berhubungan dengan orang tidak jujur dan tidak bisa dipercaya.
Seperti diketahui, sebagai makhluk sosial, tidak ada satupun manusia yang bisa hidup tanpa bantuan manusia lain. Bantuan manusia lain itu akan terjadi manakala ia bisa dipercaya. Kepercayaan itu akan tumbuh, seiring dengan sikap dan perilaku jujur. Kepercayaan itu akan terjaga manakala amanah yang diberikan bisa dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Konsep ini, bukan hanya berlaku dalam sistem tanggung renteng saja tapi dalam semua aspek kehidupan.
Dalam sistem tanggung renteng, hal ini bisa dirasakan saat musyawarah. Anggota yang jujur dan bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan anggota dalam kelompok, akan mudah ketika mengajukan pinjaman. Tidak perlu merengek-rengek yang justru merendahkan harga dirinya. Sebaliknya, anggota yang kehilangan kepercayaan dari anggota lain dalam kelompok akan selalu dicurigai. Bahkan, akan mendapat cacian karena sering menyusahkan kelompok.
Kejujuran, kepercayaan dan tanggung jawab memang merupakan lingkaran nilai-nilai yang tak boleh terputus. Kejujuran akan membuahkan kepercayaan untuk menerima amanah. Ketika amanah itu kemudian dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab maka kepercayaanpun akan semakin menguat. Semakin banyak yang memberikan kepercayaan maka semakin terbuka lebar jalan menuju kesuksesan. Jadi masikah berlaku ungkapan kalau jujur itu ajur?. Tentu sebaliknya yang tidak jujur akan ajur (hancur-red), terjadinya tinggal menunggu waktu saja. (gatot)
SUMBER ;

Loyalitas Anggota Pada Koperasinya



Anggota loyal karena merasakan manfaat dari koperasi adalah hal biasa. Tapi kalau anggota tetap loyal walaupun koperasinya sedang tersandung masalah dan pelayanan tidak maksimal, itulah yang luar biasa. Ternyata yang demikian ini ada di Kopwan Setya Kartini Wanita Sidoarjo yaitu kelompok 01. Berikut dinamika kelompok 01 dalam penerapan system tanggung renteng.
Mendung bergelayut di langit Sidoarjo sore itu, walaupun hujan belum sampai turun. Kendati demikian, kondisi cuaca tidak menyurutkan anggota kelompok 01 untuk menghadiri pertemuan kelompok. Setidaknya hingga pukul empat sore, sudah berkumpul 11 anggota di rumah Ibu Dewi.
Setiap anggota yang baru datang, langsung mengisi daftar hadir dan menyiapkan pembayaran kewajiban untuk diserahkan kepada Ibu Luluk selaku Penanggung Jawab (PJ) kelompok 01. Selanjutnya merekapun duduk melingkar diatas tikar yang digelar diberanda rumah tersebut. Seperti biasa, merekapun saling bercerita dengan teman yang duduk disebelahnya. Sesekali terdengar pula gelak tawa diantara mereka.
Namun kondisi itu berubah senyap manakala Ibu Dewi selaku tuan rumah mulai menyampaikan sambutan selamat datang. Hal ini juga sebagai tanda bahwa pertemuan akan dimulai. Acarapun terus mengalir, Ibu Dewi meminta semua yang hadir untuk berdiri. Merekapun secara bersama-sama dan penuh semangat menyanyikan lagu mars Setya Kartini Wanita. Walaupun mereka bulum hafal liriknya, sehingga masih harus nyontek.
Acarapun terus berlanjut hingga menginjak pada agenda musyawarah. Saat itu Ibu Sony menyampaikan bahwa ia belum bisa melengkapi pembayaran kewajibannya. Sehingga ia mohon pada kelompok untuk ditanggung renteng. Namun Ibu Sony juga tidak ingin kehilangan kepercayaan dari teman-teman satu kelompok, untuk Ibu Sony berjanji akan membayar talangan Tanggung Renteng tersebut pada tanggal 25 bulan berikutnya. Anggota secara kelompokpun sepakat melakukan tanggung renteng setelah mendengar alasan dan janji Ibu Sony.
Masalah Tanggung Renteng di kelompok ini nampaknya bukan menjadi hal yang menakutkan bagi anggotanya. Karena masing-masing anggota menyadari, akan bisa mengalami hal sama yaitu tidak punya kemampuan membayar kewajiban saat pertemuan kelompok. Itulah sebabnya kelompok ini sepakat membayar iuran sebesar Rp 2000 setiap bulan untuk tabungan kelompok sebagai antisipasinya.
“Disamping setiap bulan, setiap anggota membayar Rp 2000,-, kita juga telah membuat kesepakatan untuk anggota yang realisasi akan dipotong Rp 25 ribu untuk tabungan kelompok dan disetorkan ke koperasi. Dan semua itu juga telah tercatat atas nama masing-masing anggota. Hingga saat ini tabungan kelompok untuk cadangan Tanggung Renteng, kita telah mencapai Rp 1,9 juta,” tukas Ibu Luluk, PJ kelompok 01.
Apa yang dijelaskan Ibu Luluk itu dibenarkan juga oleh Ibu Bambang, Ketua Kopwan Setya Kartini Wanita yang saat itu hadir di pertemuan kelompok untuk melakukan pendampingan. Dijelaskan pula oleh Ibu Bambang, anggota kelompok ini semuanya memupunyai usaha seperti catering. Karena mereka pengusaha, sehingga kadangkala uang yang sudah disiapkan untuk membayar kewajiban, dipakai dulu karena ada pesanan mendadak. Disaat seperti itulah mereka mohon di Tanggung Renteng oleh kelompoknya. Tapi mereka juga konsekuen untuk pengembaliannya dan sesuai tanggal yang dijanjikan. Itulah sebabnya diantara anggota dikelompok ini sudah saling percaya dan mereka tidak merasa keberatan bila ada temannya yang minta di Tanggung Renteng.
Saat itu, pertemuan kolompok yang dihadiri 13 anggotanya tersebut juga melakukan musyawarah untuk 3 calon anggota baru. Dalam musyawarah penerimaan anggota baru ini nampaknya berjalan mulus tanpa ada ganjalan. Karena nampaknya diantara anggota sudah saling kenal dengan calon anggota baru tersebut. “Ibu-ibu itu satu komplek dengan kita dan satu jamaah pengajian dengan kita,” tukas Ibu Dewi yang dibenarkan anggota lainnya. Sehingga kata setujupun terlontar serentak saat itu yang kemudian dilanjutkan dengan tanda tangan pada form penerimaan anggota baru.
Namun sebelum calon anggota baru menyatakan sepakat untuk bergabung, saat itu Ibu Bambang memaparkan tentang Kopwan Setya Kartini Wanita (SKW) dan sistem tanggung renteng. Dipaparkannya bahwa Kopwan SKW telah mengalami jatuh bangun sampai beberapa kali. Beberapa anggota kelompok 01 telah menjadi saksi dari perjalanan jatuh bangun tersebut. Bahkan kelompok ini ikut berperan aktif untuk membangkitkan kembali koperasinya.
Pada tahun 1985, Kopwan SKW mengalami kesalahan menejemen sehingga tingkat kepercayaan anggota pada pengelola, menurun. Saat itu anggota hanya tersisa 40 orang termasuk didalamnya anggota kelompok 01. Sehingga pergantian pengurus saat itupun dilakukan dan kegiatan dilakukan kembali mulai dari nol. Kelompok 01 dalam hal ini cukup banyak memberikan kontribusi.
Kejatuhan berikutnya adalah ketika pasar terbesar di Sidoarjo terbakar. Padahal saat itu banyak anggota Kopwan SKW yang berdagang disana. Tentu saja kondisi ini cukup mengguncang kondisi keuangan Kopwan SKW. Kemudian yang terakhir adalah hantaman bencana lumpur Lapindo. Bencana inipun cukup menggoncang kondisi Kopwan SKW. Tidak hanya anggota yang hilang, tapi juga piutang yang macet menjadi meningkat. Setidaknya piutang macet akibat bencana ini tercatat sekitar Rp 1,2 milyar.
Dikatakan lebih lanjut, Kopwan SKW memang pernah beberapa kali jatuh. Tapi dengan kekuatan anggota pula, SKW mampu bangkit kembali. Untuk penanggulangan kemacetan akibat lumpur Lapindo misalnya, anggota telah sepakat secara bersama-sama untuk menanggungnya. Jadi kalau biasanya Tanggung Renteng itu dilakukan ditingkat kelompok, di Kopwan SKW ini Tanggung Renteng bisa dilakukan hingga tingkat koperasi.
“Untuk menanggulangi piutang ragu-ragu akibat bencana lumpur Lapindo ini, saat rapat anggota telah disepakati akan ditanggulangi secara tanggung renteng. Anggota telah sepakat membayar Rp 3 ribu setiap bulan untuk menutup kerugian tersebut. Kini piutang ragu-ragu tersebut tersisa sekitar Rp 700 juta. Memang disamping dari Tanggung Renteng tersebut, juga ada anggota kita yang menjadi korban bencana Lumpur itu yang datang kekantor dan mengansurnya,” ungkap Ibu Fatnanto, Bendahara Kopwan SKW yang juga anggota kelompok 01.
Mendengar paparan Pengurus Kopwan SKW tersebut, ternyata tidak membuat 3 calon anggota surut niatnya. Bahkan paparan tersebut semakin menguatkan niatnya untuk bisa menjadi anggota Kopwan SKW dan bergabung dalam kelompok 01. Bagi mereka menjadi anggota koperasi ini merupakan sebuah kebanggaan. Itulah sebabnya ketika ditanya apakah mereka siap bergabung dan siap menerima segala konsekuensi dari sistem tanggung renteng, merekapun serempak menjawab siap.
Setelah musyawarah penermiaan anggota, acarapun dilanjutkan dengan do’a penutup. Lho….. kok sudah ditutup ? padahal pengajuan pinjaman anggota belum dimusyawarahkan. “Memang pada pertemuan kali ini tidak ada yang mengajukan pinjaman,” tukas Ibu Luluk, PJ kelompok 01 yang beranggotakan 17 orang itu. Untuk memastikan kembali, Ibu Luluk menanyakan kepada anggotanya apakah ada yang mengajukan pinjaman. Ternyata memang tidak ada. Akhirnya pertemuanpun ditutup dengan ramah tamah dan penarikan arisan yang sekaligus untuk menetapkan tempat pertemuan dibulan berikutnya. (gatot)

Problematikan Kepemimpinan Dalam Koperasi



Dalam masa pendirian dan perintisan, tentu koperasi membutuhkan sosok yang rela berkorban. Bukan saja berkoban waktu dan pikiran tapi juga finansial. Itulah sebabnya hanya sedikit orang yang mau melakukannya.
Sosoknya enerjik termasuk dalam memprakarsai berdirinya sebuah koperasi. Ketika koperasi sudah berdiri, sosok inipun tampil menjadi tokoh penggeraknya. Perlahan tapi pasti, koperasi yang dipimpinnya terus berkembang. Entah sudah berapa nilai pengorbananya baik waktu, pikiran maupun finansial. Karena semuanya tak tercatat. Baginya, apapun akan dilakukan asal koperasi yang dipimpinya bisa tumbuh dan berkembang.
Tapi pada satu titik perjalanan kopersi, sosok inipun mulai gundah melihat koperasi yang telah dipimpinnya. Kegundahan itu muncul bukan karena koperasinya saat itu bermasalah. Karena saat itu koperasinya justru menunjukan prospek yang bagus. Trend dari sisi kelembagaan maupun usaha menunjukan kenaikan yang signifikan. Kegundahan itu muncul karena sosok ini merasa bahwa kopersi yang dipimpinnya bukanlah perusahaan miliknya.
Koperasi ini milik anggota. Dan itu berarti, siapa yang akan menjadi pengurus di koperasi ini juga tergantung pada pilihan anggota. Memang pada awalnya, anggota akan berebut tidak mau menjadi pengurus. Tapi begitu koperasi sudah besar dan bisa memberi reward bagi pengurusnya, anggotapun berebut menjadi pengurus. Maka mulailah sosok ini bertanya, apakah yang akan diperolehnya ketika anggota sudah tidak menghendakinya menjadi pengurus. Adakah reward yang didapat atas pengorbanannya ? Atau bahkan koperasi yang telah dirintisnya itu akan melupakannya begitu saja ?????
Manusiawi …. apa yang menjadi kegundahan sosok tersebut. Reaksipun bermacam-macam dilakukan untuk menjawab kegundahan tersebut. Ada yang kemudian patah arang ”Ngapain harus susah-susah dibesarkan, kalau nantinya tidak ikut menikmati hasilnya,”. Tapi ada pula yang justru semakin bersemangat membesarkan koperasinya dengan keyakinan kekuasan akan tetap bisa dalam genggamannya.
Mungkin inilah yang dianggap sebagai kelemahan koperasi. Sehingga tidak banyak koperasi yang bisa bertahan sampai puluhan tahun. Kalaupun bisa bertahan, kondisinya juga stagnan. Sehingga posisi pengurus dikoperasi ini tidak menarik untuk diperebutkan. Tapi bagi pengurus koperasi yang berjiwa pemimpin dan pejuang tentu tidaklah seperti itu pandangannya. Baginya menjadi pengurus atau tidak, bukanlah masalah asal koprasinya bisa terus berkembang. Seperti juga para pejuang yang tidak pernah berfikir reward bila kemerdekaan berhasil diraih.
Tapi bagaimanapun rewad jelas akan didapat bagi pemimpin yang dengan ikhlas berbuat. Dari sisi religius, jelas pahala yang didapat karena berbuat kebaikan untuk orang banyak. Sementara dari sisi sosial, ia akan mendapat pengakuan status atas kemamnpuannya. Dan hal inilah yang akan memperluas circle life dan akses terbuka lebar.
Tapi terlepas dari itu semua, yang jelas maju dan mundurnya sebuah koperasi berada ditangan pengurus sebagai pemimpin pengelolan koperasi. Semakin lemah kepemimpinannya semakin lemah pula perkembangan koperasinya. Kalau koperasi berada ditangan pengurus yang ogah repot maka sampai kapanpun koperasinya tidak akan pernah berkembang. Inilah yang disebut Okky Sanggarwati sebagai penyakit kemapanan.
Karena tidak mau repot, belajar menjadi keengganan sehingga pengetahuannya mengalami stagnasi. Dengan demikian kualitas SDM nya juga tidak mengalami peningkatan. Padahal seiring dengan perkembangan pola kehiduapan masyarakat, permasalahan yang dihadapi juga tidak semakin ringan. Hal ini diperparah lagi dengan takut berbuat karena bayang-bayang resiko. Bahkan masukan dari pihak lain untuk melakukan perubahan juga dianggap sebagai ancaman.
Ada yang mengatakan pemimpin pada dasarnya adalah orang yang mampu menggerakan sumberdaya (terutama manusia) untuk bekerja bersama mencapai tujuan. Dengan demikian kemampuan seorang pemimpin dibuktikan bagaimana dia mampu meyakinkan orang-orang yang dipimpinya untuk memahami visi dan misi organisasi. Kemudian mampu menggerakan agar yang dipimpin mau bersama-sama mengupayakan tujuan organisasi tersebut.
Tapi banyak kasus menunjukan, pengurus sebagai pemimpin pengelolan koperasi justru tidak memahami visi dan misi organisasinya. Termasuk alat yang digunakan untuk mencapai tujuan organiasasi. Kalau sudah demikian bagaimana ia bisa memahamkannya pada orang yang dipimpinnya. Selanjutnya bagaimana ia bisa menggerakan orang yang dipimpin untuk bersama sama mencapai tujuan organisasi tersebut. Hal itulah yang membedakan antara koperasi satu dengan koperasi lainnya. Ada koperasi yang usianya sudah puluhan tahun tapi kondisinya tetap begitu-begitu saja. Tapi sebaliknya ada yang usianya baru beberapa tahun tapi kondisinya melebihi primer berusia puluhan tahun. (gatot)

Mengenal Organisasi Gerakan Koperasi Dunia


ICA (International Cooperative Alliance) adalah organisasi gerakan koperasi internasional yang dibentuk pada 1895. Saat ini anggotanya 220 organisasi yang memiliki lebih dari 800 juta anggota perorangan yang tersebar di 85 negara. Dalam hal ini Gerakan Koperasi Indonesia diwakili oleh Dekopin.
Salah satu kegiatan dari ICA yaitu menyajikan profil 300 koperasi kelas dunia yang disebut juga dengan ICA Global 300. Hal ini telah menjadi salah satu agenda General Assembly yang diselenggarakan pada 18-19 Oktober 2007 yang lalu di Singapura. Sedang yang dijadikan kriteria untuk dapat terjaring dalam Global 300 ini, disamping jumlah volume usaha (turnover) serta asset, juga kegiatannya dalam melaksanakan tanggung jawab sosial (Cooperative Social Responsibility), yang antara lain meliputi: pelaksanaan nilai dan prinsip koperasi, pelaksanaan demokrasi, kepedulian pada lingkungan, serta keterlibatan dalam pembangunan masyarakat.
Dengan kriteria ini berbagai jenis koperasi, yang berasal dari 28 negara dengan omset mulai $AS 63.449.000.000 hingga $ 654.000.000, termasuk dalam kelompok koperasi klas dunia. Dari berbagai jenis koperasi tersebut, yang terbanyak adalah koperasi dari sektor keuangan (perbankan, asuransi, koperasi kredit/credit union) sebesar 40%. Kemudian disusul koperasi pertanian (termasuk kehutanan) sebesar 33%, koperasi ritel/wholesale sebesar 25%. Sisanya adalah berbagai macam koperasi, seperti: koperasi kesehatan, energi, manufaktur dan sebagainya.
Bila dilihat penyebarannya, dari 300 koperasi tersebut, 63 koperasi diantaranya berada di Amerika Serikat. Kemudian disusul 55 koperasi di Perancis. 30 koperasi di Jerman, 23 koperasi di Itali dan 19 koperasi di Belanda. Cukup menarik memang, ternyata koperasi-koperasi besar tersebut justru berada di negara kapitalis liberal. Bahkan negara yang tidak memiliki UU koperasi dan Menteri Koperasi. Koperasi-koperasi tersebut telah memberikan sumbangan cukup berarti pada perekonomian nasionalnya, khususnya dalam bentuk sumbangan pada PDB, yaitu sebesar 21% di Finlandia, 17.5% di Selandia Baru, 16.4% di Swiss dan 13% di Swedia.
Di beberapa negara Asiapun terdapat cukup banyak koperasi yang termasuk dalam daftar Global 300. Seperti Jepang yang menempatkan 12 koperasi raksasanya. Bahkan Koperasi pertanian Zeh Noh yang beromset $AS 63.449.000.000) dan Koperasi Asuransi Zenkyoren yang beromzet $ AS 46.819.000.000) telah menduduki peringkat 1 dan 2.
Di Asia juga ada koperasi dari Korea Selatan yang menempatkan 2 koperasi dan satu diantaranya telah menduduki peringkat ke 4. Koperasi tersebut adalah NACF (National Agricultural Cooperative Federation) dengan omset sebesar $AS 24.687.000.000 dan asset $ 199.783.000.000. India juga memiliki 2 koperasi unggulan, yang satu koperasi pupuk IFFCO (Indian Farmers Fertilizer Cooperative) yang omsetnya $AS 1.683.000.000 dan asset $ 1.251.000.000 menduduki peringkat 140. Sedang Koperasi Susu Amul yang omsetnya $AS 670.000.000 dan asset $ AS 11.000.000 menduduki peringkat 295.
Tidak ketinggalan Singapura, negara yang hanya berpenduduk sekitar 4.4 juta itu juga menempatkan 2 koperasi unggulannya. Koperasi tersebut adalah Koperasi Asuransi NTUC Income yang beromset $AS 1.273.000.000 yang menduduki peringkat 180. Sedang koperasi ritel NTUC Fairprice yang omsetnya $AS 808.000.000 menduduki peringkat 264.
Salah satu koperasi klas dunia versi Global 300 ICA yang termasuk dalam kelompok perusahaan klas dunia versi Fortune adalah Credit Agricole Group (Bank Koperasi Pertanian) dari Perancis. Koperasi ini beromset $ AS 30.722..000.000 dan asset sebesar $ AS 128.623.100.000. Keuntungan yang telah diraihnya sebesar $ AS 8.808.000.000. Dengan posisi tersebut koperasi ini menduduki peringkat 18. Peringkat 1 versi Fortune ini adalah Wal-Mart Store yang pendapatannya sebesar $ AS 351.139.000.000, dan keuntungan sebesar $ AS 1.284.000.000 (2008).
Selain meluncurkan ICA Global 300, dalam kesempatan General Assembly tersebut ICA juga meluncurkan Developing 300 Project. Dalam hal ini telah disajikan profil koperasi-koperasi di negara sedang berkembang dengan kriteria omset dan asset yang lebih rendah. Dalam kriteria ini yang tertinggi adalah Saludcoop, koperasi kesehatan Columbia yang omsetnya sebesar $ AS 504.681.000 dan assetnya $ AS 223.893.000. Sedangkan yang terendah adalah koperasi pertanian Uganda yang omsetnya $ AS 512.000 dan assetnya $ 399.000.
Dalam kelompok ini juga ada 5 negara Asia yaitu Malaysia, Pilipina, Muangthai, Srilangka dan Vietnam. Masing-masing negara tersebut menempatkan 5 koperasi. Sedangkan dari Afrika ada 4 negara yaitu Ethopia, Kenya, Tanzania dan Uganda. Masing-masing negara tersebut menempatkan 5 koperasi. Sementara dari Amerika Selatan, Columbia, Kostarika dan Paraguay juga menempatkan masing-masing 5 koperasi. Lalu bagaimana dengan koperasi di Indonesia yang tidak satupun masuk kategori ? Ini juga merupakan tantangan kita bersama sabagai insan koperasi. (–)

Pengelolaan Koperasi Dengan Tanggung Renteng (III)


Sistem tanggung renteng tak akan bisa diterapkan tanpa adanya kelompok. Itulah sebabnya system ini juga disebut system kelompok tanggung renteng. Sedang unsur yang harus ada dalam system ini adalah : Kelompok, Kewajiban dan Peraturan.
- Kelompok : Kumpulan anggota dalam jumlah tertentu atas dasar tujuan yang sama, saling mengenal atau ada kedekatan secara fisik maupun emosional.
- Kewajiban : hal-hal yang harus dilakukan oleh anggota baik dalam lingkup kelompok maupun terhadap koperasi. Hal tersebut adalah :
- Menghadiri pertemuan rutin kelompok (sebulan sekali)
- Membayar simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan lainnya yang telah ditetapkan oleh koperasi.
- Membayar angsuran pinjaman.
- Mengadakan musyawarah.
- Mentaati segala peraturan yang meliputi AD/ART dan peraturan lainnya.
- Mengembangkan anggota kelompok (mencari tambahan anggota baru)
- Menjaga kelangsungan hidup dan nama baik kelompok.
- Peraturan : untuk peraturan ini sama dengan koperasi pada umumnya yaitu AD-ART dan Peraturan Khusus. Namun yang beda dalam system ini, kelompok diperbolehkan membuat peraturan kelompok sepanjang tidak bertentangan dengan AD-ART dan Peraturan khusus. Peraturan kelompok ini dibuat sebagai upaya anggota untuk menjaga eksistensi kelompoknya.

Sedangkan tahapan aplikasi system tanggung renteng adalah sebagai berikut :
1. Membentuk kelompok berdasar daerah tempat tinggal yang berdekatan.
2. Sosialisasi Tanggung Renteng oleh Pengurus pada kelompok tersebut
3. Memilih Penanggung Jawab (PJ) kelompok. PJ tersebut ditentukan berdasar musyawarah anggota kelompok & disyahkan oleh pengurus koperasi.
4. Pelaksanaan kegiatan kelompok :
a. Menentukan jadwal pertemuan kelompok
b. Mengadakan pertemuan setiap bulan.
c. Saling mengingatkan sesama anggota untuk hadir dalam pertemuan kelompok.
d. Penerimaan anggota baru melalui musyawarah anggota kelompok.
e. Pengajuan pinjaman anggota harus dimusyawarahkan dalam pertemuan kelompok.
f. Mengatasi tunggakan kelompok melalui :
• Kas tanggung renteng kelompok
• Spontanitas dari setiap anggota kelompok
g. Melaksanakan buku-buku administrasi kelompok secara tertib.
h. Adanya petugas penyetoran yang telah ditunjuk oleh anggota kelompok.
5. Pelaksanaan Pembinaan Kelompok secara berkesinambungan dilakukan oleh Pemb. Peny. Lap. (PPL):
a. Memantau pelaksanaan hak dan kewajiban anggota
b. Memantau pelaksanaan Tanggung Renteng
c. Menyampaikan informasi dari koperasi kepada anggota
6. Pelaksanaan kegiatan Pembinaan oleh Pengurus :
a. Menyusun rencana pelayanan anggota
b. Mengevaluasi dampak pelaksanaan Tanggung Renteng
c. Melakukan pembinaan kepada PJ Kelompok

Sekali lagi system tanggung renteng tidak akan berdampak apa-apa bila tidak dilaksanakan secara konsisten. Untuk itu, pertama kali yang harus faham tentang koperasi dan system tanggung renteng ini adalah para Pengurus. Karena para Pengurus inilah yang berkewajiban untuk mensosialisasikan dan menjaga konsistensi penerapannya. Pengurus pula yang berkewajiban memahamkan anggotanya secara terus menerus. Oleh sebab itu, Pengurus harus melakukan pendampingan setiap bulan pada kelompok saat mengadakan pertemuan. Fungsi pendampingan ini bisa digantikan oleh PPL manakala koperasi sudah berkembang dan Pengurus sudah tidak bisa menjangkau secara efektif pada kelompok-kelompok. (gatot)

SUMBER : http://koperasi-tanggungrenteng.com/tanggung-renteng/pengelolaan-koperasi-dengan-tanggung-renteng-iii

Pengelolaan Koperasi Dengan Tanggung Renteng (II)

Dalam pengelolaan koperasi terdapat dua aspek yaitu usaha dan manusia (anggota). Kedua aspek tersebut dapat dikelola secara optimal dengan menggunakan system tanggung renteng. Sebetulnya secara struktur organisasi sama dengan koperasi pada umumnya. Cuma yang membedakan pada bagan anggota. Dalam system tanggung renteng anggota dihimpun dalam kelompok-kelompok. Melalui kelompok inilah komunikasi antar anggota, maupun anggota dengan koperasinya bisa terjalin dengan intensif dan puncaknya terjadi pada Rapat Anggota.
Dalam koperasi yang menerapkan system tanggung renteng, kelompok merupakan basic dari pengelolaan koperasi. Karena didalam kelompoklah, semua aktivitas anggota terkait dengan koperasi, dilakukan. Semua aktivitas tersebut yang terkait dengan pengambilan keputusan harus dilakukan dengan cara musyawarah. Pola pengambilan keputusan demikian dilakukan, karena semua konsekuensi dari keputusan tersebut menjadi tanggung jawab bersama seluruh anggota dalam kelompok. Dengan kata lain, eksistensi sebuah kelompok menjadi tanggung jawab bersama seluruh anggota dikelompok tersebut. Hal itu bisa dicermati pada definisi system tanggung renteng itu sendiri yaitu : Suatu sistem yang memuat tanggung jawab bersama diantara anggota dalam satu kelompok, atas segala kewajiban anggota pada koperasinya dengan dasar keterbukaan dan saling mempercayai.
Dengan system tanggung renteng, aspek usaha akan bisa tergarap secara optimal. Transaksi yang tejadi antara anggota dan koperasi ditentukan dikelompok. Sementara koperasi tinggal merealisasikan apa yang telah diputuskan oleh kelompok. Sebaliknya segala konsekuensi dari keputusan kelompok tersebut akan menjadi tanggung jawab seluruh anggota dalam kelompok. Karena selama ini system tanggung renteng baru diterapkan dalam usaha simpan pinjam, maka efektifitas dari system tanggung renteng dalam aspek usaha bisa dilihat dari resiko kredit macetnya. Dari pengalaman Kopwan SBW yang telah menerapkan system tanggung renteng selama hampir 33 tahun, untuk kredit macet ini bisa ditekan hingga 0%. Suatu yang jarang terjadi dalam sebuah lembaga keuangan.
Sedangkan pada aspek manusia, system tanggung renteng dalam proses penerapannya bisa menjadi system untuk merubah sikap dan perilaku. Tentu saja hal tersebut bisa terjadi bila system tanggung renteng diterapkan secara konsisten dan pendampingan secara terus menerus. Penerapan system ini akan membiasakan anggota dalam kebersamaan, kejujuran dan terbuka, saling percaya, bermusyawarah, disiplin dan bertanggung jawab. Pembiasaan inilah yang kemudian akan berkembang menjadi sebuah budaya yang pada akhirnya akan menjadi penopang keberadaan koperasinya. Sedang bagi anggota sendiri, sikap dan perilaku tersebut akan meningkatkan martabat dan pembuka akses bagi keberdayaanya. (gatot)

SUMBER : http://koperasi-tanggungrenteng.com/tanggung-renteng/pengelolaan-koperasi-dengan-tanggung-renteng-ii

PEMBANGUNAN KOPERASI

Pembangunan Koperasi di Negara Berkembang (diIndonesia )

Pembangunan koperasi dapat diartikan sebagai proses perubahan yang menyangkut kehidupan perkoperasian Indonesia guna mencapai kesejahteraan anggotanya. Tujuan pembangunan koperasi di Indonesia adalah menciptakan keadaan masyarakat khususnya anggota koperasi agar mampu mengurus dirinya sendiri (self help).

Kendala yang dihadapi masyarakat :
1. Perbedaan pendapat masayarakat mengenai Koperasi

2. Cara mengatasi perbedaan pendapat tersebut dengan menciptakan 3 kondisi yaitu :
a. Koqnisi
b. Apeksi
c. Psikomotor

3. Masa Implementasi UU No.12 Tahun 1967
Tahapan membangun Koperasi :
a. Ofisialisasi
b. De-ofisialisasi
c. Otonomisasi

4. Misi UU No.25 Tahun 1992
merupakan gerakan ekonomi rakyat dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur berlandaskan Pancasila dan UUD1945.
Tahapan Pembangunan Koperasi di Negara Berkembang menurut
A. Hanel, 1989
Tahap I : Pemerintah mendukung perintisan pembentukan organisasi koperasi.
Tahap II : Melepaskan ketergantungan kepada sponsor dan pengawasan teknis, manajemen dan keuangan secara langsung dari pemerintah dan atau organisasi yang dikendalikan oleh pemerintah.
Tahap III : Perkembangan koperasi sebagai organisasi koperasi yang mandiri.

A.   Permasalahan dalam Pembangunan KoperasI

Koperasi bukan kumpulan modal, dengan demikian tujuan pokoknya harus benar-benar mengabdi untuk kepentingan anggota dan masyarakat di sekitarnya. Pembangunan koperasi di Indonesia dihadapkan pada dua masalah pokok yaitu masalah internal dan eksternal koperasi.

    * Masalah internal koperasi antara lain: kurangnya pemahaman anggota akan manfaat koperasi dan pengetahuan tentang kewajiban sebagai anggota. Harus ada sekelompok orang yang punya kepentingan ekonomi bersama yang bersedia bekerja sama dan mengadakan ikatan sosial. Dalam kelompok tersebut harus ada tokoh yang berfungsi sebagai penggerak organisatoris untuk menggerakkan koperasi ke arah sasaran yang benar.
     * Masalah eksternal koperasi antara lain iklim yang mendukung pertumbuhan koperasi belum selaras dengan kehendak anggota koperasi, seperti kebijakan pemerintah yang jelas dan efektif untuk perjuangan koperasi, sistem prasarana, pelayanan, pendidikan, dan penyuluhan.

B.    Kunci Pembangunan Koperasi

Menurut Ace Partadiredja dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan koperasi Indonesia adalah rendahnya tingkat kecerdasan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena pemerataan tingkat pendidikan sampai ke pelosok baru dimulai pada tahun 1986, sehingga dampaknya baru bisa dirasakan paling tidak 15 tahun setelahnya.

Berbeda dengan Ace Partadiredja, Baharuddin berpendapat bahwa faktor penghambat dalam pembangunan koperasi adalah kurangnya dedikasi pengurus terhadap kelangsungan hidup koperasi. Ini berarti bahwa kepribadian dan mental pengurus, pengawas, dan manajer belum berjiwa koperasi sehingga masih perlu diperbaiki lagi.

Prof. Wagiono Ismangil berpendapat bahwa faktor penghambat kemajuan koperasi adalah kurangnya kerja sama di bidang ekonomi dari masyarakat kota. Kerja sama di bidang sosial (gotong royong) memang sudah kuat, tetapi kerja sama di bidang usaha dirasakan masih lemah, padahal kerja sama di bidang ekonomi merupakan faktor yang sangat menentukan kemajuan lembaga koperasi.

Ketiga masalah di atas merupakan inti dari masalah manajemen koperasi dan merupakan kunci maju atau tidaknya koperasi di Indonesia.

Untuk meningkatkan kualitas koperasi, diperlukan keterkaitan timbal balik antara manajemen profesional dan dukungan kepercayaan dari anggota. Mengingat tantangan yang harus dihadapi koperasi pada waktu yang akan datang semakin besar, maka koperasi perlu dikelola dengan menerapkan manajemen yang profesional serta menetapkan kaidah efektivitas dan efisiensi. Untuk keperluan ini, koperasi dan pembina koperasi perlu melakukan pembinaan dan pendidikan yang lebih intensif untuk tugas-tugas operasional. Dalam melaksanakan tugas tersebut, apabila belum mempunyai tenaga profesional yang tetap, dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan yang terkait.

Dekan Fakultas Administrasi Bisnis universitas Nebraska Gaay Schwediman, berpendapat bahwa untuk kemajuan koperasi maka manajemen tradisional perlu diganti dengan manajemen modern yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

* semua anggota diperlakukan secara adil,
* didukung administrasi yang canggih,
* koperasi yang kecil dan lemah dapat bergabung (merjer) agar menjadi koperasi yang lebih kuat dan sehat,
* pembuatan kebijakan dipusatkan pada sentra-sentra yang layak,
* petugas pemasaran koperasi harus bersifat agresif dengan menjemput bola bukan hanya menunggu pembeli,
* kebijakan penerimaan pegawai didasarkan atas kebutuhan, yaitu yang terbaik untuk kepentingan koperasi,
* manajer selalu memperhatikan fungsi perencanaan dan masalah yang strategis,
* memprioritaskan keuntungan tanpa mengabaikan pelayanan yang baik kepada anggota dan pelanggan lainnya,
* perhatian manajemen pada faktor persaingan eksternal harus seimbang dengan masalah internal dan harus selalu melakukan konsultasi dengan pengurus dan pengawas,
* keputusan usaha dibuat berdasarkan keyakinan untuk memperhatikan kelangsungan organisasi dalam jangka panjang,
* selalu memikirkan pembinaan dan promosi karyawan,
* pendidikan anggota menjadi salah satu program yang rutin untuk dilaksanakan.

SUMBER ;
- ocw.gunadarma.ac.id/course/economics/.../pembangunan-koperasi

PERANAN KOPERASI


Peranan Koperasi dalam berbagai bentuk pasar
Berdasarkan sifat dan bentuknya, pasar
diklasifikasikan menjadi 2 macam :
Pasar dengan persaingan sempurna (perfect competitive market).
Pasar dengan persaingan tak sempurna (imperfect competitive market) , yaitu :Monopoli, Persaingan Monopolistik (monopolistik competition), dan Oligopoli


Peranan Koperasi dalam Persaingan Sempurna (perfect competitive market)
Ciri-ciri pasar persaingan sempurna :
            - Adanya penjual dan pembeli yang sangat banyak
            - Produk yang dijual perusahaan adalah  sejenis (homogen)
            - Perusahaan bebas untuk mesuk dan keluar
            - Para pembeli dan penjual memiliki informasi yang sempurna
 Persaingan Sempurna 

Koperasi dalam Pasar Monopolistik
Ciri-cirinya :
- Banyak pejual atau pengusaha dari suatu produk yang beragam
- Produk yang dihasilkan tidak homogen
- Ada produk substitusinya
- Keluar atau masuk ke industri relatif mudah
- Harga produk tidak sama disemua pasar, tetapi berbeda-beda sesuai dengan keinginan penjualnya
  gambar
 
Koperasi dalam Monopsoni 
Kelangsungan hidup Koperasi jangka panjang pada pasar persaingan Monopsoni
 
Koperasi dalam Pasar Oligopoli
  • Oligopoli adalah struktur pasar dimana hanya ada
    beberapa perusahaan(penjual) yang menguasai pasar

  • Dua strategi dasar untuk Koperasi dalam pasar oligopoli yaitu strategi harga dan nonharga

Gambar 9.1
Untuk menghindari perang harga, perusahaan akan
mengadakan product defferentiation dan memperluas
pasar dengan cara melakukan kegiatan advertensi, 
membedakan mutu dan bentuk produk

Koperasi dengan Biaya Tinggi Dalam Suatu Pasar Oligopoli
Koperasi dengan Kemampuan Sama di Pasar Oligopoli

Penawaran Harga yang bersifat Predator
Price Leadership :
            - Price Leadership oleh Perusahaan dengan Biaya
      Terendah

Price leadership oleh Perusahaan Dominan
Rintangan-rintangan Memasuki Pasar
Skala Ekonomis sebagai Rintangan untuk Memasuki Pasar Oligopoli
BAB 12.  PEMBANGUNAN KOPERASI

Pembangunan Koperasi di Negara Berkembang (di Indonesia )
    Kendala yang dihadapi masyarakat :
§Perbedaan pendapat masayarakat mengenai Koperasi
§Cara mengatasi perbedaan pendapat tersebut dengan menciptakan 3 kondisi yaitu :
            a. Koqnisi
            b. Apeksi
            c. Psikomotor
3. Masa Implementasi UU No.12 Tahun 1967
    Tahapan membangun Koperasi :
                        a. Ofisialisasi
                        b. De-ofisialisasi
                        c. Otonomisasi
4. Misi UU No.25 Tahun 1992
    merupakan gerakan ekonomi rakyat dalam  
    rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, 
    makmur  berlandaskan Pancasila dan UUD1945.


Tahapan Pembangunan Koperasi di Negara Berkembang menurut 
A. Hanel, 1989

Tahap I : Pemerintah mendukung perintisan
   pembentukan  organisasi koperasi.

Tahap II : Melepaskan ketergantungan kepada sponsor dan pengawasan teknis, manajemen dan keuangan secara   langsung dari pemerintah dan atau organisasi   yang dikendalikan oleh pemerintah.

Tahap III : Perkembangan koperasi sebagai organisasi
       koperasi yang mandiri.

SUMBER : ahim.staff.gunadarma.ac.id/.../EKOP-+Bab+11.+PERANAN+KOPER...

EVALUASI KEBERHASILAN KOPERASI DI LIHAT DARI SISI PERUSAHAAN


• Efisiensi Perusahaan Koperasi
• Efektivitas Koperasi
• Analisis Laporan Keuangan

Efisiensi Perusahaan Koperasi

Tidak dapat di pungkiri bahwa koperasi adalah badan usaha yang kelahirannya di landasi oleh fikiran sebagai usaha kumpulan orangorang bukan kumpulan modal. Oleh karena itu koperasi tidak boleh terlepas dari ukuran efisiensi bagi usahanya, meskipun tujuan
utamanya melayani anggota.
• Ukuran kemanfaatan ekonomis adalah adalah manfaat ekonomi dan pengukurannya di hubungkan dengan teori efisiensi, efektivitas serta waktu terjadinya transaksi atau di perolehnya manfaat ekonomi.
• Efesiensi adalah: penghematan input yang di ukur dengan cara membandingkan input anggaran atau seharusnya (Ia) dengan input realisasi atau sesungguhnya (Is), jika Is < Ia di sebut (Efisien)

Di hubungkan dengan waktu terjadinya transaksi/diperolehnya manfaat ekonomi oleh anggota dapat di bagi menjadi dua jenis manfaat ekonomi yaitu :
(1) Manfaat ekonomi langsung (MEL)
(2) Manfaat ekonomi tidak langsung (METL)
MEL adalah manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota langsung di peroleh pada saat terjadinya transaksi antara anggota dengan koperasinya.
METL adalah manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota bukan pada saat terjadinya transaksi, tetapi di peroleh kemudian setelah berakhirnya suatu periode tertentu atau periode pelaporan keuangan/pertanggungjawaban pengurus & pengawas, yakni penerimaan SHU anggota.

• Manfaat ekonomi pelayanan koperasi yang di terima anggota dapat di hitung dengan cara sebagai berikut:
                                          TME = MEL + METL
                                         MEN = (MEL + METL) – BA
• Bagi suatu badan usaha koperasi yang melaksanakan kegiatan serba usaha (multipurpose), maka besarnya manfaat ekonomi langsung dapat di hitung dengan cara
sebagai berikut :
                           MEL = EfP + EfPK + Evs + EvP + EvPU
                         METL = SHUa

Efisiensi Perusahaan / Badan Usaha Koperasi:

1. Tingkat efisiensi biaya pelayanan BU ke anggota
(TEBP) = Realisasi Biaya pelayanan
                 Anggaran biaya pelayanan
             = Jika TEBP < 1 berarti efisien biaya pelayanan BU ke anggota 
2. Tingkat efisiensi biaya usaha ke bukan anggota
(TEBU) = Realisasi biaya usaha
                Anggaran biaya usaha
                 Jika TEBU < 1 berarti efisien biaya usaha

Efektivitas Koperasi

• Efektivitas adalah pencapaian target output yang di ukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (Oa), dengan output realisasi atau sungguhnya (Os), jika Os > Oa di sebut efektif.
• Rumus perhitungan Efektivitas koperasi (EvK) :
     EvK= Realisasi SHUk + Realisasi MEL
              Anggaran SHUk + Anggaran MEL
               = Jika EvK >1, berarti efektif

Produktivitas Koperasi

Produktivitas adalah pencapaian target output (O) atas input yang digunakan (I), jika (O>1) di sebut produktif.
Rumus perhitungan Produktivitas Perusahaan Koperasi
PPK =  SHUk x 100 %
(1)        Modal koperasi
PPK = Laba bersih dr usaha dgn non anggota x 100%
(2)                   Modal koperasi

(1) Setiap Rp.1,00 Modal koperasi menghasilkan SHU sebesar Rp…..
(2) Setiap Rp.1,00 modal koperasi menghasilkan laba bersih dari usaha dengan non anggota sebesar Rp….

Analisis Laporan Keuangan

Laporan keuangan koperasi selain merupakan bagian dari system pelaporan keuangan koperasi, juga merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban pengurus tentang tata kehidupan koperasi.  Dilihat dari fungsi manajemen, laporan keuangan sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu alat evaluasi kemajuan koperasi.

Laporan keuangan koperasi pada dasarnya tidak berbeda dengan laporan keuangan yang di buat oleh badan usaha lain. Secara umum laporan keuangan keuangan meliputi (1) Neraca, (2) perhitungan hasil usaha (income statement), (3) Laporan arus kas (cash flow), (4) catatan atas laporan keuangan (5) Laporan perubahan kekayaan bersih sbg laporan keuangan tambahan.

• Adapun perbedaan yang pertama adalah bahwa perhitungan hasil usaha pada koperasi harus dapat menunjukkan usaha yang berasal dari anggota dan bukan anggota. Alokasi pendapatan dan beban kpd anggota dan bukan anggota pada perhitungan hasil usaha berdasarkan perbandingan manfaat yang di terima oleh anggota dan bukan anggota.
• Perbedaan yang kedua ialah bahwa laporan koperasi bukan merupakan laporan keuangan konsolidasi dari koperasi-koperasi. Dalam hal terjadi penggabungan dua atau lebih koperasi menjadi satu badan hukum koperasi, maka dalam penggabungan tersebut perlu memperhatikan nilai aktiva bersih yang riil dan bilamana perlu melakukan penilaian kembali. Dalam hal koperasi mempunyai perusahaan dan unit-unit usaha yang berada di bawah satu pengelolaan, maka di susun laporan keuangan konsolidasi atau laporan keuangan gabungan.

SUMBER : http://ocw.gunadarma.ac.id/course/economics/management-s1/ekonomi-koperasi/evaluasi-keberhasilan-koperasi-dilihat-dari-sisi-1