SETIAP 12 Juli, Indonesia memperingati salah satu hari penting bagi perekonomian nasional. Koperasi yang digadang-gadang sebagai saka guru perekonomian Indonesia kini telah berumur cukup tua yaitu 63 tahun.
Mohammad Hatta, Bapak Koperasi Indonesia, menegaskan bahwa koperasi harus dijadikan wadah utama perekonomian Indonesia. Perekonomian Indonesia, menurut Bung Hatta, harus mengutamakan kepentingan rakyat di atas segala-galanya. Menempatkan rakyat di posisi sentral-substansial, bukan justru dibiarkan menjadi marginal-residual. Selain itu, dia juga berpesan, perekonomian Indonesia haruslah berdasarkan asas kekeluargaan dan kebersamaan, bukan menjunjung tinggi kepuasan individu orang per orang sebagaimana paham sistem ekonomi liberal. Sayangnya, niat tulus Bung Hatta hingga saat ini belum berjalan dengan sesuai harapan dan cita-cita. Koperasi lambat laun kian redup sinarnya.
Gaung koperasi kalah tenar dibandingkan perusahaan-perusahaan besar asing yang menancapkan kaki di bumi pertiwi. Kondisi semakin diperparah dengan minimnya pengetahuan para anggota koperasi tentang hakikat, semangat, dan manajerial koperasi itu sendiri. Koperasi sebagai gerakan kolektif masyarakat haruslah mengedepankan kepentingan anggotanya.
Koperasi mengajarkan masyarakat kita betapa pentingnya bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Kerja sama antar anggota koperasi otomatis akan membantu para anggotanya melepaskan diri dari kesulitan yang mereka alami. Selain itu, dengan semangat gotong royong koperasi mampu meringankan beban yang dipikul oleh tiap-tiap anggotanya. Inilah nilai-nilai yang harus kembali diteguhkan oleh para anggota koperasi.
Manajemen yang buruk dan tidak digarap secara profesional juga menjadi salah satu alasan kenapa koperasi di Indonesia tidak berjalan sesuai harapan. Andai tata kelola koperasi di Indonesia dilakukan dengan baik dan profesional, bukan tidak mungkin kesejahteraan jutaan masyarakat Indonesia akan meningkat. Negara-negara lain telah membuktikan bahwa koperasi mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Aneh memang jika Indonesia yang menyebut koperasi secara khusus koperasi dalam konstitusinya tetapi perkembangan koperasi di Indonesia tidak secemerlang di bandingkan negara-negara lain.
Sebagai contoh, di Kanada, 70 persen penduduk adalah anggota koperasi. Di Brasil, enam persen ekspor dilakukan oleh koperasi dengan total nilai ekspor mencapai USD2,8 miliar. Di Denmark, 36,4 persen nilai retail dikuasai oleh koperasi konsumen. Di Jerman satu dari empat penduduk adalah anggota koperasi. Di Jepang, satu dari tiga penduduk anggota koperasi. Bahkan, negara superliberal seperti Amerika Serikat ternyata empat dari sepuluh penduduknya adalah anggota koperasi (Krisnamurthi,2010). Sebenarnya prestasi koperasi Indonesia juga tidak terlalu buruk. Tercatat sepuluh koperasi terbesar di Indonesia menguasai bisnis senilai Rp4 triliun dengan jumlah anggota lebih dari 70 ribu orang.
Prestasi sepuluh koperasi terbesar dapat dijadikan pelajaran yang baik bagi koperasi-koperasi lainnya sehingga semakin banyak lagi koperasi di Indonesia yang memiliki prestasi yang cemerlang. Sudah saatnya koperasi berbenah diri. Koperasi tidak perlu menunggu bantuan dari siapa pun untuk mengembangkan dirinya karena sebenarnya maju mundurnya koperasi ditentukan oleh tekad untuk maju dari para anggotanya sendiri.
Sudah saatnya sifat mandiri (self-help) harus dimiliki oleh setiap anggota koperasi di seluruh Indonesia. Perpaduan antara sifat self-help dan kerja sama serta didasari oleh asas kekeluargaan, koperasi di Indonesia pasti dapat berubah ke arah yang lebih baik.
Mohammad Hatta, Bapak Koperasi Indonesia, menegaskan bahwa koperasi harus dijadikan wadah utama perekonomian Indonesia. Perekonomian Indonesia, menurut Bung Hatta, harus mengutamakan kepentingan rakyat di atas segala-galanya. Menempatkan rakyat di posisi sentral-substansial, bukan justru dibiarkan menjadi marginal-residual. Selain itu, dia juga berpesan, perekonomian Indonesia haruslah berdasarkan asas kekeluargaan dan kebersamaan, bukan menjunjung tinggi kepuasan individu orang per orang sebagaimana paham sistem ekonomi liberal. Sayangnya, niat tulus Bung Hatta hingga saat ini belum berjalan dengan sesuai harapan dan cita-cita. Koperasi lambat laun kian redup sinarnya.
Gaung koperasi kalah tenar dibandingkan perusahaan-perusahaan besar asing yang menancapkan kaki di bumi pertiwi. Kondisi semakin diperparah dengan minimnya pengetahuan para anggota koperasi tentang hakikat, semangat, dan manajerial koperasi itu sendiri. Koperasi sebagai gerakan kolektif masyarakat haruslah mengedepankan kepentingan anggotanya.
Koperasi mengajarkan masyarakat kita betapa pentingnya bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Kerja sama antar anggota koperasi otomatis akan membantu para anggotanya melepaskan diri dari kesulitan yang mereka alami. Selain itu, dengan semangat gotong royong koperasi mampu meringankan beban yang dipikul oleh tiap-tiap anggotanya. Inilah nilai-nilai yang harus kembali diteguhkan oleh para anggota koperasi.
Manajemen yang buruk dan tidak digarap secara profesional juga menjadi salah satu alasan kenapa koperasi di Indonesia tidak berjalan sesuai harapan. Andai tata kelola koperasi di Indonesia dilakukan dengan baik dan profesional, bukan tidak mungkin kesejahteraan jutaan masyarakat Indonesia akan meningkat. Negara-negara lain telah membuktikan bahwa koperasi mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Aneh memang jika Indonesia yang menyebut koperasi secara khusus koperasi dalam konstitusinya tetapi perkembangan koperasi di Indonesia tidak secemerlang di bandingkan negara-negara lain.
Sebagai contoh, di Kanada, 70 persen penduduk adalah anggota koperasi. Di Brasil, enam persen ekspor dilakukan oleh koperasi dengan total nilai ekspor mencapai USD2,8 miliar. Di Denmark, 36,4 persen nilai retail dikuasai oleh koperasi konsumen. Di Jerman satu dari empat penduduk adalah anggota koperasi. Di Jepang, satu dari tiga penduduk anggota koperasi. Bahkan, negara superliberal seperti Amerika Serikat ternyata empat dari sepuluh penduduknya adalah anggota koperasi (Krisnamurthi,2010). Sebenarnya prestasi koperasi Indonesia juga tidak terlalu buruk. Tercatat sepuluh koperasi terbesar di Indonesia menguasai bisnis senilai Rp4 triliun dengan jumlah anggota lebih dari 70 ribu orang.
Prestasi sepuluh koperasi terbesar dapat dijadikan pelajaran yang baik bagi koperasi-koperasi lainnya sehingga semakin banyak lagi koperasi di Indonesia yang memiliki prestasi yang cemerlang. Sudah saatnya koperasi berbenah diri. Koperasi tidak perlu menunggu bantuan dari siapa pun untuk mengembangkan dirinya karena sebenarnya maju mundurnya koperasi ditentukan oleh tekad untuk maju dari para anggotanya sendiri.
Sudah saatnya sifat mandiri (self-help) harus dimiliki oleh setiap anggota koperasi di seluruh Indonesia. Perpaduan antara sifat self-help dan kerja sama serta didasari oleh asas kekeluargaan, koperasi di Indonesia pasti dapat berubah ke arah yang lebih baik.
Sumber : okezone.com
0 komentar:
Posting Komentar