Berita tentang Nono Suarno (51) warga Jalan Cikungkurak RT 2 RW 6 Kelurahan Babakan Ciparay, Kecamatan Babakan Ciparay-Bandung ini membuat kita mengelus dada. Bagaimana tidak…, warga miskin ini terpaksa menginap di tahanan polisi sejak 21 Nopember lalu. Bahkan mendapat ancama hukuman 5 tahun penjara. Padahal masalahnya sepele, ia terpaksa memukul sang rentenir karena tersinggung omongannya.
Permasalahan itu berawal ketika Nono berhutang pada Muler sang rentenir. Hutangnya juga tidak besar, Cuma Rp100 ribu yang diangsur Rp 5 ribu perhari selama 25 hari. Pada hari ke 15 Nono nampaknya betul-betul sudah tidak punya uang untuk membayar angsuran tersebut. Tapi si Muler tidak mau tahu dan terus mengata-ngatai. Akibatnya Nonopun tersinggung dan memukulnya dan berlanjut dengan perkelahian. Tapi Muler tidak terima dan melapor ke Polsek Babakan Ciparay. Anggota Polisipun menjemputnya yang kemudian langsung menjebloskan bapak delapan anak itu ke sel lebih dari 60 hari sebagaimana ketentuan. Akibat ditahan, kondisi ekonomi keluarga Nono semakin morat-marit. Istrinya harus pontang-panting untuk menutup kebutuhan keluarga.
Begitu kasus ini dipublikasikan berbagai media, simpatipun datang diantaranya dari Wakil Bupati Kota Bandung yang langsung menjenguknya. Dalam pernyataanya Wakil Wali Kota Bandung Ayi Vivananda mengatakan Pemkot Bandung akan membatasi ruang gerak rentenir dengan kembali memfungsikan koperasi simpan pinjam. Agar kasus Nono tak terulang lagi.
Menurut Ayi dari hasil pertemuan pejabat Pemkot yang melibatkan perwakilan Dinas Koperasi Perindustrian dan perdagangan, PD BPR, dan asisten 2 bidang ekonomi, diputuskan untuk mengaktifkan kembali koperasi simpan pinjam di setiap kelurahan dan kecamatan. Pertemuan itu digelar usai mengunjungi istri Nono di di Jalan Cikungkurak RT 2 RW 6 Kelurahan Babakan Ciparay, Kecamatan Babakan Ciparay, Jumat (18/2/2011) lalu.
Peristiwa yang menimpa Nono, juga banyak terjadi dibarbagai wilayah. Karena miskin, akhirnya justru terjebak hutang pada rentenir. Karena memang rentenir menjanjikan kemudahan dalam memberikan hutang. Biasanya si rentenir yang terkadang juga menggunakan nama koperasi itu hanya menyaratkan copy KTP untuk bisa mendapat pinjaman. Bahkan kalau sudah kenal, syarat itupun diabaikan. Tapi masalahnya kemudian bunga yang dikenakan cukup besar. Pada kasus Nono misalnya, bunga yang dikenakan sebesar 25% dalam waktu tidak sampai satu bulan. Modusnya ada yang harian dan ada pula yang mingguan. Tapi rata-rata bunga yang dikenakan berkisar antara 20% hingga 30%. Untuk rentenir yang perorangan lebih serem lagi, begitu tidak mampu membayar maka pinjaman akan terus membesar. Bahkan sampai-sampai bunga yang dikenakan melebihi pokoknya. Di pedesaan tidak jarang terjadi, suatu keluarga kehilangan asset tanahnya karena berhutang pada rentenir.
Maka cukup menggembirakan bila kemudian Pemkot Bandung berupaya menghidupkan kembali koperasi simpan pinjam setelah belajar dari kasus Nono. Hal serupa nampaknya juga patut ditiru oleh daerah lainnya. Di Jawa Timur, upaya memberantas rentenir tersebut dilakukan sejak Gubernur Soekarwo menjabat, dengan menumbuhkan koperasi disetiap desa. Tapi dari gerakan menumbuhkan koperasi disetiap desa untuk mempersempit ruang rentenir juga perlu diwaspadai. Jangan-jangan nantinya koperasi-koperasi tersebut juga beroperasi sebagaimana rentenir. Karena terobsesi untuk meraih keuntungan yang besar. Disinilah pembinaan harus diintensifkan agar lembaga – lembaga yang baru dibentuk itu tidak meninggalkan jatidiri koperasi.
Dalam hal keanggotaan misalnya, yang dilayani haruslah anggota. Begitu pula anggota bukan hanya diposisikan sebagai nasabah tapi juga sebagai pemilik koperasi. Hal ini diemplementasikan dengan diadakannya rapat anggota. Di Rapat Anggota inilah anggota ikut memberikan kontribusi dalam pengelolaan koperasinya. Termasuk dalam hal ini keputusan tentang berapa besar bunga atau jasa yang harus dikenakan.
Syukur-syukur kalau mau menerapkan system tanggung renteng. Tentu pengelolaan anggota bisa lebih mudah. Karena dalam penerapan system tanggung renteng, anggota dihimpun dalam kelompok-kelompok. Dikelompok inilah dialog intens antar anggota dan antara koperasi dengan anggota bisa dilakukan. Sehingga anggota benar-benar bisa diperankan sebagai subyek dalam pengelolaan koperasi. Melalui kelompok itu pula, pemberdayaan anggota bisa dilakukan. Sehingga, cepat atau lambat, anggota bisa menapaki kesejahteraannya sesuai dengan kemampuan pengembangan potensi yang dimilikinya. Dalam hal ini koperasi yang memfasilitasi. (gatot)
SUMBER : http://koperasi-tanggungrenteng.com/koperasi/peran-koperasi-ditunggu-untuk-perangi-rentenir
0 komentar:
Posting Komentar